Ilustrasi Gambar : Romanti Bima |
Secara tidak sengaja saya melintas di
jalan dusun Bontoranu desa Rada Bolo-Bima beberapa waktu lalu dan menemukan
kompleks Makam yang sudah dipagar dan ditetapkan menjadi situs Cagar Budaya.
Hanya ada 4 nisan di makam ini dan di tengahnya terdapat makam dengan batu
nisan yang agak tinggi dan lonjong. Penduduk sekitar meyakini bahwa makam yang
berada di samping barat jalan desa Rada ini sebagai seorang sakti yang bernama
Ruma Jai La Mangge. Menurut cerita yang berkembang di masyarakat, Ruma Jai La
Mangge adalah seorang sakti dari tanah Gowa yang bisa berjalan di atas air.
Karena terlalu lama mengembara di lautan, sekujur tubuhnya dipenuhi Tiram dan
berbagai jenis binatang laut. Orang ini lah yang mendirikan kampung bontoranu
dan melindungi warga dari berbagai serangan musuh. Ruma Jai La Mangge, masih
memiliki keturunan di Bontoranu dan masih ada hubungan keluarga dengan
Raja-raja Sanggar.
Siapakah Ruma Jai La Mangge ? Menurut
saya, nama itu bukan nama sebenarnya. Besar kemungkinan bahwa makam ini adalah
makam Karaeng bontomaranu, salah seorang bangsawan Gowa yang berjuang bersama
Sultan Bima II Abdul Khair Sirajuddin (1640-1684). Bersama Karaeng Popo,
Bontomaranu menolak isi perjanjian Bongaya dan pulang ke Bima mengikuti jejak
Abdul Khair Sirajuddin. Tiga pejuang itu kemudian menyerang kapal-kapal VOC di
perairan laut Flores, mendirikan Benteng Asa Kota, dan menyerang orang-orang
Bugis di sepanjang pesisir barat teluk Bima mulai dari Bontokape hingga Bajo
soromandi karena dianggap membantu Belanda. Mereka dicap sebagai Bajak Laut dan
menjadi penghalang perdagangan Belanda di nusantara timur. Tentu hipotesa ini
masih perlu dikaji lagi.
0 komentar:
Posting Komentar