Sabtu, 04 Januari 2014

Lalat Buah Penyebab Menurunnya Nafsu Makan



Ahli biologi dari UC San Diego telah menemukan mekanisme molekuler ynag dipicu oleh kelaparan pada lalat buah yang memperkuat respon sistem syaraf untuk mencium, memungkinkan serangga ini dan mungkin vertebrata – termasuk manusia – menjadi lebih efisien dan peka ketika mencari makanan saat lapar.


  

Penemuan mereka pada perubahan syaraf yang mengendalikan pencarian makanan berpanduan bau pada lalat, yang mereka jelaskan detail dalam jurnal Cell edisi 1 April 2011, dapat memberikan cara baru mengatur nafsu makan manusia secara potensial.
Dengan mengembangkan obat untuk memperkuat atau meminimalisir aktivitas kimiawi pensinyal syaraf yang disebut neuropeptida yang dilepas saat kelaparan untuk memperkuat indera penciuman, para ilmuan mampu menurunkan kecenderungan individu gemuk untuk kelebihan makan begitu mereka mencium bau makanan, bila mekanisme molekuler yang sama ada pada manusia. Mereka juga dapat meningkatkan nafsu makan pada orang tua dan lainnya yang bermasalah dengan makan cukup. Metode ini dapat digunakan untuk meningkatkan pertumbuhan hewan ternak atau mengurangi kotoran hewan.
“Penciuman berperan penting pada persepsi mutu makanan dan sangat mempengaruhi pilihan makanan kita,” kata Jing Wang, asisten profesor biologi di UC San Diego yang mengepalai penelitian ini. Timnya menemukan sebuah neuropeptida dan sebuah sel syaraf reseptor yang mengendalikan perilaku penciuman lalat yang dapat ditargetkan oleh obat untuk mempengaruhi perubahan pola makan yang normalnya diatur oleh tingkat insulin organisme, yang berubah secara radikal ketika organisme kelaparan.
“Studi kami pada Drosophila menjawab pertanyaan penting – bagaimana kelaparan memodulasi proses penciuman,” tambahnya. “Kami terkejut menemukan kalau modulasi bau oleh kelaparan terjadi di periferi, karena sebagian besar literatur mengenai pengaturan makan membahas fungsi hipotalamus. Ada petunjuk kalau jenis modulasi kelaparan dalam sistem penciuman periferal ini ada pada sistem vertebrata pula.”
Sementara para ilmuan sebelumnya menemukan neuropeptida yang sama yang mengendalikan perilaku makan vertebrata, tidak banyak yang diketahui hingga sekarang mengenai bagaimana molekul ini mengendalikan penciuman atau perilaku organisme. Para peneliti sebelumnya telah menemukan kalau injeksi insulin (hormon yang mengatur tingkat glukosa darah) pada hipotalamus, mengurangi asupan makanan tikus,  misanya, namun bagaimana insulin mempengaruhi rangkaian penciuman sedemikian hingga mengubah perilaku organisme masih belum terlalu dipahami.
Wang dan tim biologiwan UCSDnya — Cory Root, Kang Ko dan Amir Jafari – percaya dengan melihat pada mekanisme molekuler yang memungkinkan lalat buah meningkatkan pencarian makanan mereka ketika ambang insulin mereka rendah setelah periode kelaparan, para ilmuan akan memperoleh pemahaman proses ini lebih baik. Mereka menggunakan sebuah sistem komputerisasi untuk memonitor seiring waktu psisi lalat yang kelaparan dan kenyang saat lalat mengelilingi setetes cuka apel, yang bertindak sebagai sumber makanan.
“Dalam 10 menit periode pengamatan, lalat yang lapar menghabiskan sebagian besar waktunya berjalan di dekat sumber makanan, sementara lalat yang kenyang mengelilingi seluruh arena dengan memilih kelilingnya,” tulis para peneliti dalam makalah.

Pola gerakan lalat buah yang dilacak dengan komputer menunjukkan lalat yang kelaparan semalaman (di kanan) menunjukkan kalau ia menggunakan bau untuk melacak makanan yang berada di tengah lingkaran jauh lebih cepat dalam periode 10 menit daripada lalat yang kenyang (tengah). (Credit: UCSD)
Para peneliti menemukan kalau bedah pembuangan antena yang digunakan oleh lalat untuk mengindera bau menghancurkan kecenderungan lalat lapar untuk berjalan di dekat sumber makanan dan secara genetik menekan produksi reseptor neuropeptida F pendek, yang ditemukan para ilmuan, meningkat sebagai respon kelaparan atau penurunan tingkat insulin. Menggunakan mikroskop dua foton, sistem pencitraan mutakhir, para peneliti menemukan perubahan tergantung kelaparan pada respon penciuman sel syaraf spesifik.

“Pemahaman kalau modulasi kelaparan pada sistem penciuman periferal terkait pensinyalan insulin memiliki potensi implikasi untuk intervensi terapetik dari trend epidemi kegemukan yang terlihat tak tercegah pada banyak populasi,” kata Wang.

Ia mengatakan kalau studi timnya telah menemukan reseptor insulin, P13K, dan reseptor neuropeptida F pendek, yang juga memodulasi tingkat insulin, sebagai target molekuler potensial untuk mengendalikan nafsu makan manusia dan vertebrata lain. Walau begitu, ia menambahkan kalau lebih banyak penelitian diperlukan untuk mengetahui apakah dan sejauh mana tingkat insulin mengendalikan sensitivitas penciuman pada manusia.
“Mempelajari bagaimana rangkaian syaraf penciuman mempengaruhi pilihan makanan relevan menuju pemahaman yang lebih baik pada faktor-faktor yang menyumbang pada obesitas dan gangguan makan,” tambahnya.
Berdasarkan temuannya, ahli biologi UCSD telah mendaftarkan paten atas aplikasi penemuan mereka, bahwa pemblokiran PI3K, sebuah molekul pensinyal reseptor insulin dapat meningkatkan nafsu makan pada orang tua dan kalau pengiriman insulin intranasal dapat menurunkan nafsu makan orang yang gemuk. Mereka juga menyatakan dalam paten mereka kalau penekanan PI3K akan meningkatkan nafsu makan hewan ternak dan mengurangi limbah kotoran.
Penelitian mereka didanai oleh Lembaga Nasional Ketulian dan Gangguan Komunikasi Lainnya.

Sumber berita:

Referensi Jurnal:
Root, C.M., Ko, K.I., Jafari, A., Wang, J.W. 2011. Presynaptic Facilitation by Neuropeptide Signaling Mediates Odor-Driven Food Search. Cell, Volume 145, Issue 1, 133-144, 1 April 2011 DOI: 10.1016/j.cell.2011.02.008

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda

0 komentar:

Posting Komentar