Rabu, 01 September 2021

Penuntun Praktikum Morfologi Tumbuhan

<iframe height="500" rsc="https://drive.google.com/file/d/1kY-kD01ibv1u5qBmibZ6zYPbcSdvV388/preview?" width="730><iframe>

Senin, 26 September 2016

Kecamatan Lambu Adalah Daerah Agraria

Kecamatan Lambu Adalah Daerah Agraria
1. Nama-Nama Desa di Kecamatan Lambu Bima NTB
    Desa Kale’o
    Desa Monta Baru
    Desa Sangga
    Desa Simpasai
    Desa Lanta
    Desa Lanta Timur
    Desa Hidi Rasa
    Desa Mangge
    Desa Mangge Dalam
    Desa Nggelu
    Desa Baku   
    Desa Rato
    Desa Sumi
    Desa Lambu
    Desa Soro
    Desa Melayu

2. Kantor-Kantor Pelayanan Kecamatan Lambu
    Kantor Kecamatan Lambu
    Kantor Kepala Desa Sekecematan Lambu
    Kantor UPTD DIKPORA Kecamatan Lambu
    Kantor UPTD Pertanian dan Kehutanan Kecamatan Lambu
    Kantor UPTD Perikanan dan Kelautan Kecamatan Lambu
    PUSKESMAS Kecamatan Lambu
    POLIDES Sekecamatan Lambu
3. Sekolah-sekolah di Sekecamatan Lambu
   TK, Paud, INPER, MIS MI, MIIN, SDN, MTSS, SMPN, SMK, SMA PGRI, SMAN,
    Info Lebih Lanjut : Data Referensi Pendidikan

Camat Lambu Mustafa, S.Sos, M.AP. (2006-2014)
Camat Lambu Jubair, S.Ag. (2014-sekarang)

*Catatan :

Mayoritas Penduduknya bermata pencaharian sebagai Petani Padi dan Bawang. Minoritas Penduduknya bermata pencaharian sebagai PNS, Pedagang dan Nelayan

Sabtu, 24 September 2016

Penobatan Jenateke XVII atau raja muda ke-17 Kesultanan Bima

Muhammad Putera Ferryandi, anak mendiang almarhum Sultan ke-XVI Kesultanan Bima, H. Ferry Zulkarnain ST dinobatkan sebagai Jenateke XVII atau raja muda ke-17 Kesultanan Bima. Penobatan berlangsung meriah di Istana Kerajaan Bima/Asi Mbojo Minggu pagi (18/09/2016) disaksikan ribuan warga dan undangan.
Prosesi penobatan diawali beberapa pertunjukan budaya pra acara seperti tarian tradisonal gantao, tarian lopi penge, hadra, sere dan tarian bura bongi monca. Ritual tersebut merupakan tahapan yang harus dijalani oleh seorang calon raja Kesultanan Bima.

Dalam perjalan menuju istana, calon Jenateke diarak dengan menunggangi kuda jantan. Perjalanan tersebut dikawal pasukan perang bersenjata. Rombongan diiringi atraksi tarian bura bongi monca hingga menuju istana. Lantunan alunan alat musik tradisional khas Bima menambah sakral prosesi tersebut.

Lebih dari seribu tamu undangan dan masyarakat yang memadati pelataran istana terlihat berbondong-bondong menyaksikan acara. Menariknya, mereka mengabadikan momen langka itu dengan mengambil foto dari kejauhan. Bahkan karena takut ketinggalan, ada yang mengambil dari jarak dekat sehingga sedikit menghabat perjalanan calon Jenateke. Beberapa aparat Polisi Pamong Praja diterjunkan membuat pagar batas untuk mengamankan jalur yang dilalui Putrah Mahkota.

Setelah sampai di beranda istana calon Jenateke duduk ditempat penobatan. Selanjutnya disusul acara pengantaran mahkota kerajaan dan keris tatarapa ke dalam istana.

Sebelum dinobatkan calon Jenateke menjalani ritual penobatan seperti calon raja sebelumnya, yakni, Mihu atau peryataan kesiapan penobatan, dialog dan nasihat kepada calon Jenateke oleh pejabat nenti mone Dara.

Acara kemudian dilanjutkan pemasangan mahkota dan pemberian keris tatarapa. Prosesi tersebut dilakukan oleh Ketua Majelis Adat Bima, DR. Siti Maryam Salahuddin. Setelah itu didirangkaikan dengan prosesi atraksi makka, ka-nde, buja kadanda, mpa’a sampari dan diakhiri tari klasik lenggo.

Sedikitnya ada 30 tamu istimewa yang hadir dalam acara penobatan. Diantaranya, sultan Mahmud Badaruddin, sultan Palembang Darussalam, Ratu Petunam Tanah Rata Kokoda Papua Barat, Kesultanan Bulungan Kalimantan, Raja Gowa, Pakualam Yogyakarta, Pura Agung Singaraja Buleleng Bali, Anak Agung Wedakarma Istana Tampak Siring, Lalu Putrie MPd, Lalu Satria Wangsa, Dewan Adat Nasional. Kesultanan Dompu, susuhunan Kanjeng Wirabhumi dan Sekretaris Jenderal Forum Silaturahmi Keraton Nusantara.

Hadir sejumlah tokoh Nusa Tenggara Barat (NTB) seperti mantan Gubernur NTB Drs H. HarunAl-Rasyid, mantan Danrem 162 Wirabhakti, Kolonel Lalu Rudy Irham Srigede, ST, M.Si,  mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, DR. Hamdan Zoelva, Rektor Universitas Padjajaran Bandung dan ketua DPP Partai Bulan Bintang.

Usai penobatan, Jenateke melambaikan tangan pada para tamu dan masyarakat sebagai tanda kebijaksanaan seorang raja. Setelah itu, setiap tamu istimewa diberi kesempatan untuk menyerahkan cendera mata berupa benda-benda pusaka dari kerajaan mereka. Setelah itu kemudian diakhiri dengan foto bersama. (ID)

Sumber : Berita11.com

Upacara Adat Menjelang Pernikahan di Bima NTB

Dalam bahasa Mbojo, upacara adat disebut “Rawi Rasa” Rawi Rasa berarti semua kegiatan yang dilakukan secara gotong-royong oleh seluruh masyarakat. Rawi rasa terdiri dan dua jenis kegiatan, yaitu rawi mori dan rawi made.  Yang dimaksud dengan rawi mori ialah kegiatan yang berhubungan dengan upacara kehamilan, kelahiran, khitanan dan pernikahan. Sedang rawi made ialah upacara yang berhubungan dengan kematian. Khusus bagi rawi made dilakukan berdasarkan hukum Islam. Sehingga tidak ada upacara adat yang dilakukan pada rawi made.
Yang akan kita kupas sekarang, ialah upacara adat pada rawi mori. Mulai dan upacara kehamilan sampai upacara pernikahan.  Karena panjangnya tulisan maka saya akan menyajikannya dalam beberapa bagian secara berurutan. Semoga sajian dari Portal KJS ini bisa menyegarkan kembali memori pembaca mengenai kekayaan budaya Mbojo yang semakin ditinggalkan ol
eh masyarakatnya.

Upacara nggana ro nggoa (Upacara kehamilan dan kelahiran Masyarakat Bima)

Yang dimaksud dengan upacara nggana ro nggoa ialah rangkaian upacara adat yang dimulai dan upacara “Salama Loko” sampai dengan upacara ”dore ro boru”.

1. Upacara salama loko.

Upacara Salama Loko disebut juga dengan Kiri Loko dilakukan ketika kandungan seorang ibu berumur tujuh bulan. Upacara ini hanya dilakukan bagi seorang ibu yang pertama kali mengandung. Jalannya upacara dihadiri oleh kaum ibu dan dipimpin oleh sando nggana (dukun beranak) yang dibantu oleh enam orang tua adat wanita.
Upacara akan dimulai pada saat maci oi ndeu (waktu yang tepat untuk mandi) di sekitar jam 07.00. Sando nggana menggelar tujuh lapis sarung. Setiap lapis ditaburi beras dan kuning uang perak sa ece (satu ketip = 10 sen).  Selain itu disimpan pula dua liku atau dua leo mama (dua bungkus bahan untuk menyirih). Maksud dan taburan beras kuning, ialah agar ibu beserta calon bayinya akan hidup bahagia dan jaya. Uang sa ece, sebagai peringatan kepada ibu bersama calon bayi, bahwa uang merupakan salah satu modal dalam kehidupan.
Diatas hamparan tembe dan kain putih, ibu yang salamaloko, tidur terlentang. Sando nggana mengoles perut ibu dengan sebiji telur, yang diminyaki dengan minyak kelapa. Diikuti secara bergilir oleh enam orang tua adat, memohon kepada Allah SWT, agar ibu bersama calon bayi selamat sejahtera.
Pada upacara ini keluarga dan tetangga baik pria maupun wanita diundang hadir untuk menyaksikan. Disaat dukun memperbaiki dan meraba-raba perut ibu hamil tersebut, saat itu pula para tamu laki-laki mengadakan do`a zikir. Ibu-ibu juga hadir untuk menyaksikan upacara salama loko /kiri loko, mereka umumnya membawa barang-barang kado/hadiah/sumbangan untuk sang ibu hamil. Kado/ hadiah/ sumbangan ini biasanya perlengkapan kebutuhan ibu dan bayi seperti baju bayi, handuk, bedak dan kadang-kadang uang tunai.
Upacara dilanjutkan dengan memandikan ibu yang salama loko. Dimandikan oleh sando nggana dengan air roa bou (air yang disimpan dalam periuk tanah yang baru). Dicampur dengan bunga cempaka dan mundu (cempaka kuning lambang kejayaan. Melati putih lambang kesucian). Waktu mandi, ibu yang salama loko menginjak telur bekas dipakai mengoles perutnya. Dengan harapan, agar melahirkan dengan mudah semudah ibu memecahkan telur. Upacara diakhiri dengan ngaha mangonco (makan rujak). Sang suami ikut pula makan mangonco bersama peserta upacara.
Sebuah kearifan lokal Bima apabila seorang istri sedang hamil adalah kedua pasangan suami istri dilarang untuk:
  1. berkata yang tidak senonoh
  2. menganiaya binatang atau manusia
  3. sedapat mungkin tidak menyembelih binatang ternak
  4. tidak berhubungan suami istri bila mendengar berita ada tetanga atau orang lain meninggal
  5. tidak membuang air besar di sembarang tempat
  6. tidak memotong sesuatu seperti kayu atau mengunting kertas. Jika terpaksa, ia harus ingat bahwa istrinya sedang hamil
  7. suami tidak diperkenankan berburu atau melakukan pekerjaan yang kurang baik seperti mengambil milik orang orang lain tanpa seijin orang yang punya dan sebaginya serta
  8. khusus istri tidak boleh tidur disaat matahari menjelang naik

2.  Upacara Cafi Sari

Upacara cafi sari dilakukan setelah bayi berumur tujuh hari. cafi sari dalam bahasa Indonesia berarti upacara menyapu lantai.  Maksud dari upacana ini, ialah menyampaikan puji syukur kepada Allah SWT atas limpahan rahmat-Nya karena sang ibu bersama bayi sudah lahir dengan selamat. Menurut kepercayaan tradisional pada usia tujuh hari, bayi akan memasuki kehidupan dunia, dan meninggalkan kehidupan dalam kandungan.
Sebagai tanda terima kasih kepada sando nggana, sang ibu memberi “soji”atau sesajen yang terdiri dan kue tradisional mbojo. Seperti pangaha kahuntu,karuncupangaha bunga, pangaha sinci, ka dodo, arunggina dan kalempe. Penyerahan soji merupakan lambang harapan orang tua, agar bayinya kelak akan hidup bahagia sejahtera.
Bagi keluarga yang mampu, upacara cafi sari dilaksanakan bersamaan dengan upacara qeqa atau aqiqah. Yaitu upacara yang sesuai dengan ajaran Islam. Yang menganjurkan orang tua untuk menyembelih seekor kambing yang sehat.  Sebagai tanda syukur kepada Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang.

3.  Upacara Dore ro Boru

Upacara ini dilakukan setelah bayi berusia tiga bulan. Upacara dore ro borudilakukan secara bertahap sebagai berikut:
a. Upacara boru (upacara Potong rambut bayi)
Upacara boru diawali dengan upacara doa. Memohon kepada Allah SWT. agar bayi tetap sehat walafiat. Dan apabila dewasa, akan menjadi seorang yang beriman dan gagah perkasa. Pelindung dan pembela keluarga serta dou labo dana (masyarakat -red). Setelah upacara doa, maka dilanjutkan dengan upacara boru. Bayi digendong oleh sando nggana. Tujuh orang tua adat laki-laki, secara bergilir memotong ujung rambut bayi. Potongan rambut disimpan dipingga bura (piring putih) yang berisi air dingin. Dengan harapan agar rambut bayl tumbuh subur, sebagai lambang kesuburan dan kebahagiaan hidup.
Pemotongan rambutdiiringi dengan jiki asraka (jikir asrakal). Para peserta berjikir dengan suara merdu. Melagukan syair puja puji kepada Allah, Rasul dan para sahabat.
b. Upacara Dore.
Yang dimaksud dengan upacara dore ialah, upacara menyentuhkan telapak kaki bayi pada tanah. Beberapa gumpal tanah yang diambil dihalaman masjid disimpan diatas pingga bura. Tanah itulah yang akan diinjak oleh bayi.
Acara dore, bertujuan untuk mengingatkan bayi, bahwa kelak dia akan hidup di bumi yang bersih dan subur. Bayi harus mampu memanfaatkan kekayaan bumi untuk kebahagiaan keluarga dan masyarakat. Sebab itu bayi harus menjaga keselamatan bumi atau negeri.
Bayi yang di dore ro boru, harus memakai pakaian adat upacara. Hampir sama dengan pakaian khitanan. Kalau bayi itu laki-laki, maka harus memakai kondo loi, tembe monca (sarung kuning lambang kejayaan), kawari, songko panggeta’a yang dihiasi jungge dondo. Kalau bayi itu perempuan,maka harus memakai kondo lo’i, geno atau kondo randa (kalung panjang), kawari dan bosayaitu ponto kecil. (Bosa = gelang yang lebih kecil dan ponto).
Pada jaman dulu, bagi keluarga bangsawan atau keluarga yang mampu secara finansial pada prosesi dore ini biasa diiringi oleh alunan genda silu dan dipertontonkan atraksi mpa’a Toja. Bersamaan dengan upacara dore ro boru diadakan pula upacara pemberian nama bagi bayi yang dilakukan oleh seorang ulama. Nama bayi harus mengikuti nama para Rasul dan Nabi atau nama para sahabat nabi. Dengan harapan agar mengikuti jejak para Nabi dan Rasul serta sahabat. Bagi bayi putri mengikuti nama istri Rasul dan Nabi atau nama istri-istri pejuang Islam.
Begitu kayanya tradisi lokal kita yang berkaitan dengan prosesi kelahiran manusia, penuh dengan nilai-nilai makna filosofis tentang bagaimana sejatinya manusia diciptakan dan menjadi khalifah di dunia. Teriring do’a dan harapan orang tua agar anaknya kelak menjadi insan yang berguna bagi dirinya sendiri, bangsa dan negara serta agama. Sayangnya upacara adat Bima berkaitan dengan kelahiran ini semakin jarang kita lihat. Semoga kekayaan budaya ini kan tetap lestari dan dinikmati keindahannya sampai anak cucu kita.

Silsilah Kesutanan Bima

Silsilah Kesultanan Bima
Berikut ini adalah urutan raja-raja yang pernah berkuasa di Kerajaan Bima:

  1. Jan wa Mamiyan
  2. Sangyang Tunggal.
  3. Sangyang Wunang
  4. Maharaja Indra Luka
  5. Batara Indra Manis
  6. Maharaja Indra Falasyara
  7. Maharaja Tunggal Pandita.
  8. Maharaja Batara Indra Ratu Punggawa Bisa.
  9. Maharaja Pandu Devanata.
  10. Maharaja Sang Bima
  11. Maharaja Sang Aji Dharmawangsa
  12. Maharaja Sang Kang Kula
  13. Maharaja Sang Rajuna
  14. Maharaja Sang Deva
  15. Maharaja Deva Indra Zamrud
  16. Maharaja Indra Kamala I.
  17. Maharaja Deva Batara Indra Bima
  18. Maharaja Batara Sang Luka
  19. Batara Mera?
  20. Maharaja Batara Sang Bima
  21. Maharaja Batara Matra Indrawata
  22. Maharaja Matra Indra Tarata
  23. Maharaja Nggampo Java
  24. Maharaja Indra Kumala.
  25. Maharaja Batara Bima Indra Luka
  26. Maharaja Indra Sri, Maharaja of Bima.
  27. Sangaji Ma Waa Paju Longgi (14.. – 1425 M)
  28. Sangaji Ma Waa Indra Mbojo (1425 – 14..)
  29. Sangaji Ma Waa Bilmana (14.. – 14..)
  30. Sangaji Manggampo Donggo (14.. – 1500)
  31. Ruma-ta Mambora Wa‘a Pili Tuta (1500-….)
  32. Sangaji Makapiri Solo
  33. Ruma-ta Mawa‘a Andapa
  34. Ruma-ta Mawa‘a La Laba
  35. Mantau La Sadina
  36. Ruma-ta Mambora di Sapaga
  37. Ruma-ta Mambora di Bata Lambu
  38. Ruma-ta Samara
  39. Ruma-ta Mantau Asi Sarise
  40. Ruma-ta Mantau La Limandaru
  41. Mantau La Sadina Abdul Rahim (1609-….)
  42. Mambora di Sapaga (16.. – 1620 M)
  43. Paduka Sri Sultan Abdul Kahir (1620-1632 M)
  44. Ruma Mantau Asi Peka (1632–1633 M)
  45. Paduka Sri Sultan Abdul Kahir (1620-1632) dan (1633-1640 M)
  46. Paduka Sri Sultan Abdul Khair I Sirajuddin Muhammad Shah bin Sultan Abdul Kahar (1640-1682 M).
  47. Sultan Nuruddin Abu Bakar Ali Shah bin Sultan Abdul Khair Sirajuddin (1682-1687 M)
  48. Sultan Jamaluddin Inayat Shah bin Sultan Nuruddin Abu Bakar Ali Shah (1687–1695 M)
  49. Sultan Hasanudin Muhammad Ali Shah bin Sultan Jamaludin (1695-1731 M)
  50. Sultan Alauddin Muhammad Shah Zillullahi fi al Alam bin Sultan Hasanudin (1731–1748 M)
  51. Sangaji Perempuan Ruma Partiga Sultanah Kamalat Shah binti Sultan Alauddin (1748-1751 M)
  52. Sultan Abdul Karim Muhammad Shah Zillullah fi al Alam bin Sultan Alauddin (1751–1773 M)
  53. Sultan Shafiuddin Abdul Hamid Muhammad Shah Zillullah fi al Alam bin Sri Nawa AbdulKarim (1773–1817 M)
  54. Sultan Ismail Muhammad Shah Zillullah fi al Alam bin Sultan Shafiuddin Abdul Hamid (1817-1854 M)
  55. Sultan Abdullah Muhammad Shah Zillullah fi al Alam bin Sultan Ismail (1854–1868 M)
  56. Sultan Abdul Aziz Zillullah fi al Alam bin almarhum Sultan Abdullah (1868–1881 M)
  57. Sultan Ibrahim Zillullah fi al Alam bin Sultan Abdullah (1881-1915 M)
  58. Sultan Muhammad Salahuddin Zillullah fi al Alam bin Sultan Ibrahim (1915–1951 M)
  59. Sultan Abdul Khair II Muhammad Shah Zillullah fi al Alam bin Sultan Muhammad Salahuddin (1951- 2001)
  60. Putra (Iskandar) Zulkarnain bin Sultan Abdul Khair II Muhammad Shah (Dr. Ferry Zulkarnaen) (2001-2016).
  61. Sultan Dr. Ferry Zulkarnaen bin Abdul Khair II Muhammad Shah (Muhammad Putera Ferryandi) (2016-sekarang)

Arti Lambang Kesultanan Bima

Bentuk : Gambar Garuda yang menoleh ke kanan dan ke kiri di atas perisai
Warna
  1. Warna dasar kuning berarti bersih.
  2. Warna Garuda biru berarti setia.
  3. Warna perisai merah berarti berani.

Burung Garuda
Gambar Garuda berkepala dua yang melambangkan menoleh ke kanan dan ke kiri, suatu pernyataan bahwa dasar pemerintahan Kerajaan Bima berasaskan Hukum  Adat dan Hukum Islam berkedudukan sama dan seimbang.

    Sayap kiri lambang Hukum Hadat.a.  Bagian luar bulu 7 helai, Majelis Tureli :
  1. Tureli Nggampo.
  2. Tureli Bolo.
  3. Tureli Woha.
  4. Tureli Belo.
  5. Tureli Sakuru.
  6. Tureli Parado.
  7. Tureli Donggo.
b.  Bagian dalam bulu 5 helai, Daerah Ncuhi.
  1. Ncuhi Dara – wilayah tengah – pusat.
  2. Ncuhi Banggapupa – wilayah timur.
  3. Ncuhi Dorowoni – wilayah utara.
  4. Ncuhi Padolo – wilayah barat.
  5. Ncuhi Parewa – wilayah selatan.

    Sayap kanan melambangkan Hukum Islam.
a.  Bagian luar bulu 7 helai : Ilmu Fikih 7 macam
b.  Bagian dalam 5 helai
  1. Ilmu Tauhid ( 3 ).
  2. Ilmu Tassauf ( 2 )  
 Kerajaan Bima menganut faham ahli sunnah wal jama’ah yang dikenal dengan “Ilmu Dua Belas”

     Ekor.
  1. Bagian kiri bulu 4 helai melambangkan pola masyarakat yakni Sultan ( Raja ), kelompok bangsawan ( Tureli ), Juru ( Dari ) dan rakyat biasa (Ada ro Ela).
  2. Bagian kanan bulu 4 helai melmbangkan pelaksanaan harian Hukum Islam : Khatib Tua, Khatib Karoto, Khatib Lawili dan Khatib Toi. ( Tua – kepala ; karoto = tenggorokan = leher ; lawili dada ; toi = kecil ).
  3. Bagian tengah bulu 2 helai melambangkan Ketua dan Wakil Ketua Hadat.
Tubuh Garuda.
Melambangkan Sultan / Raja sebagai pemimpin tertinggi Hadat merangkap sebagai Qadi / Imam. Tubuh Garuda bulu 35 helai himpunan dari :
  1. Bulu sayap kiri kanan 2 x 12 helai = 24 helai.
  2. Bulu ekor kiri, kanan dan tengah 2 x 4 helai + 2 helai ..... = 10 helai.
  3. Tubuh Garuda ......... = 1 helai.
Himpunan bulu Garuda 35 helai melambangkan keterpaduan antar unsur sara ( Umara ) dan unsur Islam ( Ulama ) yang menjelma menjadi “Sara Dana Mbojo”. Semua dirangkul menjadi satu, diperhatikan sama dan seimbang dalam mengemban pemerintahan kerajaan yang dilambangkan dengan Garuda menoleh ke kanan dan ke kiri ; dilaksanakan dengan ketulusan hati, kebersihan niat dan tujuan yang sama dilambangkan dengan Garuda berwarna biru yang didukung oleh keberanian  dan dijamin keamanannya yang dilambangkan  perisai berwarna merah. Hukum Hadat dan Hukum Islam berpadu dan berbaur menjadi satu sebgai kesepakatan guna menjapai kesejahteraan kerajaan dan rakyat. Dengan cita-cita dan tujuan itulah maka Sultan Bima dipersonifikasikan dengan “Howo Ro Ninu”.


Sumber : Sejarah Bima Dana Mbojo, Alm. H. Abdullah Tajib, BA

Rabu, 21 September 2016

Gunung Tambora Adalah Zona Kabupaten Bima

GunungTambora dengan ketinggian hanya 2.851 mdpl (meter di atas permukaan laut) mampu memikat hati para pendaki dengan pesona alamnya yang sangat unik. Lebar kawah Gunung Tambora tujuh kilometer, keliling kawah 16 kilometer, dan kedalaman kawah dari puncak sampai dasar kawah kedalaman 800 meter, sehingga kawah Gunung Tambora terkenal dengan The Greatest Crater in Indonesia (Kawah Terbesar di Indonesia) akibat dari adanya letusan terdahsyat di dunia terkenal dengan The Largest Volcanic Eruption in History. Selain itu keindahan Gunung Tambora lainnya adalah padang pasir luas di sepanjang bibir kawah yang ditumbuhi bunga Edelweiss kerdil sekitar 0,5 meter sampai 1,5 meter dengan jarak masing-masing berjauhan sekitar dua meter sampai 100 meter. Juga adanya keindahan batuan-batuan berlapis dan pada bagian atasnya datar seperti meja menjadikan fenomena alam yang menakjubkan. Ada pula lapisan batuan sepanjang tebing kawah yang berlapis-lapis.

Yang tak bisa dilewatkan adalah keindahan yang bisa dinikmati di puncak Gunung Tambora, dengan pemandangan kawah, lautan, Pulau Satonda, padang pasir luas yang indah. Gunung Tambora termasuk salah satu gunung yang indah di Indonesia, tentunya dengan fenomena alam yang menakjubkan.

Gunung Tambora secara administratif terletak di Kabupaten Bima, Pulau Sumbawa, dan secara geografis terletak antara: 8o - 25'LS dan 118o - 00' BT dengan ketinggian antara 0-2.851 mdpl, gunung tersebut merupakan gunung tertinggi di Pulau Sumbawa, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Kawasan Gunung Tambora terbagi menjadi dua lokasi konservasi yaitu: Tambora Utara Wildlife Reserve dengan luas 80.000 hektar dan Tambora Selatan Hunting Park dengan luas 30.000 hektar.

Tambora Utara Wildlife Reserve dengan ketinggian antara 1.000 sampai 2.281 mdpl sebagai kawasan yang penting karena berfungsi sebagai daerah tangkapan air Kabupaten Bima dan Kabupaten Dompu, dan sangat berpotensial untuk menjadi tempat wisata karena ciri-ciri geologi-nya sangat berbeda dengan kawasan lainnya. Juga sebagai tempat perlindungan satwa (wildlife sanctuary). Tambora Selatan Hunting Park dengan ketinggian antara 500 sampai 2.820 mdpl sebagai kawasan yang dikelola secara khusus untuk daerah berburu. Kawasan Gunung Tambora sangat kaya dengan kekayaan flora maupun fauna. Jenis-jenis flora yang paling banyak dijumpai, antara lain: alang-alang (Imperata cylindricca), Dendrocnide stimulans, Duabanga molluccana, Eugenia sp, Ixora sp, edelweiss (Anaphalis viscida), perdu, anggrek, jelatan/daun duri. Jenis-jenis fauna yang banyak dijumpai, antara lain: menjangan/rusa timor (Cervus timorensis), babi hutan (Sus scrofa), kera berekor panjang (Macaca fascicularis), lintah (Hirudo medicinalis), agas.

Gunung Tambora termasuk tipe gunung strato vulkanik, gunung tersebut diperkirakan mencapai lebih dari 4.000 mdpl terkenal dengan peristiwa pada tanggal 5 April 1815 letusan gunung berapi terbesar dalam sejarah. Letusan dahsyat gunung tersebut telah menyemburkan materi paling banyak dalam sejarah manusia, diperkirakan menyemburkan sebanyak 36 mil kubik, menciptakan kawah dengan diameter tujuh kilometer dengan kedalaman kawah 800 meter, dan keliling kawahnya 16 kilometer, mengalahkan letusan Gunung Krakatau yang menyemburkan lima kilometer kubik dan letusan tersebut menimbulkan lubang kawah selebar lima kilometer dengan kedalaman kawah 500 meter. Ledakan dahsyat tersebut menyebabkan Gunung Tambora dengan ketinggaian di atas 4.000 mdpl menjadi 2.851 mdpl.

Debu halus yang disemburkan dari letusan Gunung Tambora menutupi langit di atas wilayah yang luas sekali dengan radius 200 mil yang mengakibatkan daerah tersebut menjadi hujan abu di kawasan seluas 900 mil. Hal yang menarik dari peristiwa ini adalah lapisan debu yang menyembur ternyata telah menghambat sinar Matahari untuk mencapai Bumi yang mengakibatkan terjadinya perubahan musim secara tiba-tiba di beberapa bagian Bumi dan temperatur udara mengalami perubahan drastis di dunia. Pada musim panas tahun 1815 di belahan Bumi sebelah utara menjadi musim dingin karena kurangnya sinar matahari yang mampu menembus ke Bumi. Masyarakat di Pulau Sumbawa mengalami kelaparan. Tanah pertanian tertutup debu dan tidak bisa diolah sehingga dalam waktu singkat sekitar 700.000 sampai 80.000 penduduk tewas karena kelaparan yang melanda Pulau Sumbawa dan juga Pulau Lombok.

Sebelumnya pernah terjadi pula letusan Gunung Tambora pada tahun 1812 sehingga penduduk Sanggar menyaksikan kejadian tersebut, walaupun tidak sedahsyat tahun 1815. pada tanggal 5 April 1815 dentuman letusan gunung ini terdengar sampai ke Jakarta (1.250 kilometer) dan Ternate (1.400 kilometer). Hujan abu pertama jatuh di Besuki, Jawa Timur. Pada tanggal 10 dan 11 April 1815 dentuman letusan Gunung Tambora terdengar sampai ke Pulau Bangka (1.500 kilometer) dan Bengkulu (1.775 kilometer) dan gempa bumi yang terjadi bersamaan dengan letusan gunung ini terdengar sampai Surabaya (600 kilometer) dan mengakibatkan 92.000 orang meninggal dunia. Jumlah ini lebih banyak daripada jumlah korban letusan Gunung Krakatau yaitu sejumlah 36.000 orang.

KALAU melakukan pendakian ke Gunung Tambora sebaiknya melalui jalur resmi, yang relatif lebih aman dari jalur lain, untuk menuju ke Dusun Pancasila dengan menggunakan armada darat dari Cabang Banggo (baca: cabang Mbanggo) Kabupaten Sanggar dapat ditempuh selama dua jam 15 menit. Para pendaki

Dari Pos III menuju ke Pos IV melalui medan hutan lebat dan ditempuh selama satu jam, kemudian dari Pos IV menuju ke Pos V dapat ditempuh selama 30 menit, kemudian dari Pos V menuju ke Bibir Kawah dapat ditempuh selama dua jam, dengan melalui vegetasi yang beralih dari vegetasi hutan ke vegetasi Edelweiss dan dari vegetasi Edelweiss menuju padang pasir. Selama perjalanan kita akan menikmati keindahan alam yang menakjubkan dengan melalui jalur berpasir di kanan-kirinya melihat keunikan bunga Edelweiss yang berbeda dengan di gunung-gunung lain yaitu bunga tersebut sangat pendek sekitar 0,5 meter sampai 1,5 meter dengan letaknya masing-masing berjauhan sekitar dua meter sampai 100 meter. Juga adanya jenis rerumputan dengan tinggi sekitar satu meter sampai 1,5 meter membentuk barisan-barisan.

Selain itu ada batuan berlapis yang banyak dijumpai di padang pasir dengan bagian atasnya datar seperti meja yang lebar. Batuan berlapis tersebut telah mengalami proses perlapisan batuan akibat dari adanya lelehan lahar setelah berkali-kali gunung tersebut meletus. Lelehan lahar itu kemudian mengalami proses pembekuan serta proses pembatuan. Dalam kurun waktu lama pada bagian-bagian lapisan batuan yang kurang keras mengalami proses pengeroposan (korosi) kemudian hancur menjadi hamparan pasir atau sering disebut padang pasir. Sedang pada bagian-bagian batuan yang keras menjai batuan yang berlapis-lapis dan pada bagian atasnya datar dengan jarak masing-masing batu sekitar 10 meter lebih dengan ketinggian yang sama pada masing-masing batuan berlapis tersebut.

Setelah sampai di bibir kawah para pendaki dapat menikmati pemandangan yang indah kawah Doro Afi Toi (dari bahasa Bima, sebuah nama kawah Gunung Tambora yang terkenal dengan letusan dahsyat yang mengalahkan letusan dasyat Gunung Krakatau, juga dapat melihat lapisan batuan di sepanjang tebing kawah Doro Afi Toi. Perjalanan dari bibir kawah menuju ke Puncak Gunung Tambora ditempuh selama satu jam 30 menit dengan melalui hamparan padang pasir dan di kanan kiri terdapat bunga Edelweiss serta batuan berlapis. Sesampainya di Puncak Gunung Tambora dengan ketinggian 2.851 mdpl para pendaki akan lebih leluasa menikmati pemandangan yang indah, salah satunya pesona kawahnya yang sangat lebar dengan adanya telaga hijau di dasar kawah akibat letusan terdasyat dalam sejarah sehingga dapat menghasilkan fenomena alam yang menakjubkan.

ASAL mula nama Gunung Tambora menurut cerita turun temurun ada dua versi, yaitu: Pertama, berasal dari kata lakambore dari bahasa Bima yang berarti mau ke mana, untuk menanyakan tujuan bepergian kepada seseorang. Kedua, dari kata ta dan mbora, dari bahasa Bima, kata "ta" yang berarti mengajak, dan kata "mbora" yang berarti menghilang, sehingga arti kata Tambora secara keseluruhan yaitu mengajak menghilang.

Ini berasal dari cerita turun temurun, dahulu ada seseorang sakti yang pertama kali ke gunung tersebut (sekarang Gunung Tambora), bertapa dan tidak diketemukan lagi karena telah menghilang di gunung tersebut. Kalau istilah bahasa Jawa-nya moksa, yaitu menghilang jasadnya secara tiba-tiba dan bisa dilihat oleh orang-orang tertentu yang mempunyai kemampuan dalam melihat roh halus. Kemudian orang sakti yang menghilang tersebut pernah menampakkan diri di sebuah pulau yang terletak di sebelah barat laut Pulau Sumbawa juga dapat terlihat dari puncak Gunung Tambora. Maka pulau tersebut dinamai Pulau Satonda dari kata tonda yang berarti tanda/jejak kaki. Pulau tersebut dapat dilihat dari puncak Gunung Tambora, tampak dari atas berbentuk telapak kaki kanan manusia. Pulau Satonda sangat indah dengan pemandangannya yang masih alami, di tengah-tengah pulau tersebut terdapat danau yang jernih dan dikelilingi oleh tebing-tebing dari perbukitan yang masih alami. Diduga danau di Pulau Satonda tersebut mempunyai terowongan dari gua bawah laut menyambung dengan laut. Pulau Satonda dengan ketinggian antara 0 sampai 300 mdpl merupakan taman rekreasi (recreation park) dengan wilayah seluas 1.000 Ha mempunyai ciri-cirinya yang unik.

Sekarang pulau tersebut telah menjadi kawasan yang dilindungi (strict nature reserve). Pulau Satonda sangat baik untuk menjadi tempat untuk mempelajari hutan, karena hutan di pulau tersebut hancur akibat letusan Gunung Tambora pada tahun 1815. Juga banyak ditemukan jenis-jenis ikan yang baru dan hanya ditemukan di Danau Satonda saja. Pulau tersebut menjadi habitat sejumlah besar jenis-jenis burung yang dilindungi. Kesemua keindahan alam yang menjadi satu kesatuan menciptakan suatu fenomena indah, unik.
sebaiknya menginap di basecamp Bapak Lewah, Kepala Dusun Pancasila, atau menginap di rumah Bapak M Yusuf (babe), seorang guide pendakian Gunung Tambora yang sangat berpengalaman mengenai seluk-beluk dan sejarahnya Gunung Tambora. Dari Dusun Pancasila menuju ke Pos I dapat ditempuh selama satu jam, di Pos I tersebut terdapat sebuah pondok dan sekitar 20 meter terdapat mata air berbentuk sumur dengan airnya yang jernih, Kemudian dari Pos I menuju ke Pos II dapat di tempuh selama satu jam, di pos tersebut terdapat tempat datar untuk beristirahat dan sekitar lima meter dari tempat tersebut terdapat sungai kecil yang mengalirkan air jernih. Dari Pos II melanjutkan perjalanan kembali menuju ke Pos III dengan melalui hutan yang lebat dapat ditempuh selama tiga jam. Di Pos III tersebut ada tanah datar luas, terdapat pula pondok untuk tempat berteduh para pemburu rusa timor, adapun cara berburunya yaitu dengan menggunakan anjing sebagai pelacak dan menggunakan senapan laras panjang. Di Pos III tersebut merupakan mata air terakhir untuk mengambil air.

Sumber :

Postingan Lama