Kamis, 15 November 2012

Orientasi Kesehatan Gratis

Kesehatan Gratis
(3/5) Adalah seorang ayah yang tengah berduka karena anaknya yang baru saja lahir 3 hari yang lalu telah dipanggil menghadap ilahi. Penulis menghadiri acara ta’ziah yang digelar sang ayah untuk mendoakan almarhum putranya. Kepada penulis sang ayah bercerita banyak, seolah menumpahkan kegalauan dan kedukaan hatinya.
Duka berawal saat menjelang kelahiran anak ke-3 nya itu, 3 hari yang lalu. Sang ibu ketika itu sudah merasakan kontraksi yang cukup kuat pada kandungannya hingga ia berkesimpulan bahwa ia akan melahirkan saat itu juga. Tergesa dan harap-harap cemas keduannya bergegas ke Rumah Sakit Umum setempat untuk minta bantuan tenaga kesehatan yang ada. Namun setelah di periksa tekanan darahnya, sang ibu diminta untuk dirujuk saja ke Rumah Sakit Umum Daerah yang ada di kota lain karena tensi darah yang terlampau tinggi untuk ukuran ibu yang akan melahirkan. Sang ayah meminta paramedis untuk memberikan pertolongan pertama untuk istrinya, karena ia berkeyakinan anaknya akan lahir tidak lama lagi. Bila dipaksakan saat itu juga untuk membawa istrinya menempuh jarak jauh ia takut akan terjadi sesuatu pada istrinya. Namun, paramedis di Rumah Sakit setempat tidak ingin mengambil resiko dengan kondisi sang ibu dikarenakan fasilitas kesehatan yang ada tidak memadai hingga dikuatirkan jiwa sang ibu tidak tertolong.
Setelah berusaha membujuk tenaga medis untuk merawat sang ibu dengan mengurus surat keterangan ketidakmampuannya membayar biaya persalinan sang ibu di rumah sakit itu, Dengan berat hati sang ayah terpaksa membawa sang ibu pulang ke rumah. Faktor biaya adalah kendala utama yang tengah dihadapinya. Sang anak lahir tidak lama kemudian dengan berat 1.6 kg  dengan bantuan bidan yang dipanggil ke rumahnya. Ukuran yang cukup kecil untuk ukuran seorang bayi yang baru lahir. Setelah melahirkan, Paramedis sempat mengambil sampel darah dan urin sang ibu untuk memeriksa penyakit apa yang tengah diderita sang ibu. Berbekal hasil tes laboratorium itu, paramedis menyarankan sang  ayah untuk menebus obat yang diresepkan ke apotek di luar rumah sakit. Ketika sang ayah bertanya “apakah obat-obatan ini tidak ada di apotek yang ada di rumah sakit ini, dok??” paramedis hanya menjawab bahwa stok obat yang diminta masih kosong sehingga harus di beli ke apotek di luar rumah sakit dengan biaya yang cukup mahal.
Dalam sehari sang ibu harus menjalani pemeriksaan darah 2 kali sehari. Setiap kali darah itu di tes ke laboratorium sang ayah harus merogoh kantungnya 90rb rupiah. Bila dihitung-hitung maka sang ayah harus mengeluarkan biaya nyaris 200rb sehari untuk tes darah saja belum termasuk obat yang harus ditebus ke apotek. Lalu bagaimana dengan kondisi sang anak?? sang anak dimasukkan ke inkubator untuk mendapatkan penanganan yang intensif karena kondisinya yang cukup rentan. Kemungkinan akibat sang ibu yang mengalami darah tinggi sehingga sang anak lahir dengan kondisi yang tidak menggembirakan bagi sang ayah. Namun sang ayah tetap mensyukuri kehadiran buah hati ketiganya itu.
Selama kurun waktu 3 hari itu, sang ibu terus saja dianjurkan untuk mengkonsumsi obat-obatan untuk penyakitnya tersebut. Padahal sang ibu tengah memulai tahap menyusui untuk bayinya. Obat-obatan yang dikonsumsinya membuat air susunya berkurang dan terkontaminasi oleh kandungan obat yang dikonsumsinya. Tak ada arahan kepada sang ibu untuk mengatasi kelebihan tensi darahnya secara alami tanpa melalui obat-obatan mengingat sang ibu masih menyusui. Tenaga medis itu sibuk mengurusi penyakit sang ibu sedangkan anaknya tidak mendapat perawatan yang cukup. Tiap hari sang ibu menjalani tes darah sementara sang ibu sudah cukup lemah kondisinya. ditambah lagi keharusnnya untuk menyusui anaknya, belum lagi begitu banyak pantangan yang diberikan kepada sang ibu yang dikhawatirkan menambah tinggi tensi darahnya sehingga nutrisi yang dimakan sang ibu tidak mencukupi nutrisi yang dibutuhkan sang bayi. Hari ketiga, menjelang kepergiannya, sang anak mengalami kejang-kejang dan keluar darah dari mulutnya. Dengan panik sang ayah memanggil kembali tenaga kesehatan yang membantu persalinan sang ibu. Namun, takdir berkata lain. Nyawa sang bayi tak tertolong karena kondisi dan nutrisi yang tidak mencukupi untuk pertumbuhannya.
“Saya sudah mencoba meminta kebijakan untuk dimudahkan dalam pembiayaan persalinan anak saya, namun tenaga medis tidak bisa berbuat banyak. Saya ga tau harus mengadukan hal ini kemana..apakah hanya karena saya tidak mampu membayar sehingga pelayanan yang kami terima tidak layak dan terkesan dibiarkan begitu saja oleh tenaga kesehatan yang ada di rumah sakit. Lebih baik kami membayar biaya kesehatan daripada digratiskan tapi pelayanan yang kami terima tidak sesuai dengan jargon yang selama ini digembar-gemborkan tentang layanan kesehatan gratis. Kami memang orang miskin tapi kami juga punya hak yang sama dengan orang-orang mampu. Kalo seperti ini kondisinya, kami orang miskin tidak boleh sakit. Sakit hanya untuk orang-orang yang mampu membayar layanan kesehatan yang katanya gratis itu“.ujarnya pilu.

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda

0 komentar:

Posting Komentar