Seperti
dua sisi mata uang. Satu sama lain tidak dapat dipisahkan. Demikianlah
keterkaitan antara sejarah masukunya Agama Islam di tanah Bima dengan
Upacara U’a Pua. Tanpa mengetahui seluk beluk kilas balik serta pasang
surut sejarah masuk dan berekmbangnya Islam di Bima, tidaklah mungkin
kita dapat mengetahui secara utuh proses dan sejarah lahirnya upacara
adat U’a Pua. Oleh karena itu, ada baiknya kita bernostalgia dengan
sejarah masuknya Islam di Bima yang menjadi tonggak dan babak baru
perubahan sistim pemerintahan dari kerajaan kepada Kesultanan.
Adapun tujuan utama dari perayaan U’a Pua sebagai berikut :
- Untuk memuliakan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW.
- Untuk mengenang kembali sejarah masuknya agama Islam di Tanah Bima dan sekaligus sebagai wahana penghormatan atas jasa-jasa para penghulu Melayu beserta seluruh kaum keluarga yang telah menyebarkan agama Islam di Tanah Bima.
- Meningkatkan pemahaman dan pengamalan Ajaran Islam yang bersumber dari Kitab Suci Alqur’an dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Bima dan ditunjukan dengan penyerahan Kitab Suci Alqur’an kepada Sultan sebagai pemimpin untuk dilaksanakan secara bersama-sama dengan seluruh rakyat.
Hanta U’a Pua merupakan salah satu Upacacara Adat Spektakuler yang
telah digelar turun temurun pada masa lalu, terutama pada masa-masa
keemasan dan kejayaan kesultanan Bima. Upacara Adat yang erat kaitannya
dengan sejarah masuk Agama Islam di Tanah Bima ini, te;ah menjadi
rutinitas seluruh elemen masyarakat Bima sejak dekade awal masuknya
Islam. UA PUA dilaksankan pada bulan Rabiul Awal bertepatan dengan
Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW setiap tahun.
Ua Pua dalam bahasa melayu disebut” Sirih Puan” adalah satu rumpun
tangkai bunga telur berwarna warni yang dimasukkan ke dalam satu wadah
segi empat. Jumlah bunga telur tersebut berjumlah 99(Sembilan Puluh
Sembilan) tangkai yang sesuai dengan Nama Asma’ul Husna. Kemudian di
tengah-tengahnya ada sebuah Kitab Suci Alqur’an.
Ua Pua ditempatkan di tengah-tengah sebuah Rumah Mahligai(Bima: Uma
Lige) yang berbentuk segi empat berukuran 4×4 M2. Bentuk Uma Lige ini
terbuka dari ke empat sisinya. Atapnya bersusun dua, sehingga para
penari lenggo Mbojo yang terdiri dari empat orang gadis, dan penari
lenggo melayu yang terdiri dari empat orang perjaka, beserta para
penghulu melayu dan pengikutnya yang berada di atas dapat dilihat oleh
seluruh mayarakat sepanjang jalan.
Uma Lige tersebut diusung oleh 44 orang pria yang berbadan kekar
sebagai simbol dari keberadaan 44 DARI MBOJO yang terbagi menurut 44
jenis keahlian dan ketrampilan yang dimilikinya sebagai bagian dari
struktur Pemerintahan kesultanan Bima. Mereka melakukan start dari
kampung melayu menuju Istana Bima untuk diterima oleh Sultan Bima dengan
Amanah yang harus dikerjakan bersama yaitu memegang teguh ajaran Islam.
Pada masa lalu, sebelum Upacara Adat U’a Pua dilaksanakan sebagai
puncak peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, diawali oleh
kegiatan-kegiatan atraksi seni Budaya Tradisional dan pengajian Alqur’an
selama tujuh hari, tujuh malam. Seluruh seniman dan Pendekar dari
berbagai pelosok desa dalam wilayah kesultanan Bima berkumpul di
lapangan Sera Suba untuk mempertunjukan kehebatannya. Dan pada puncak
peringatan Maulid, Hanta U’a Pua pun digelar. Diawali pemukulan Ranca
Na’e pada pukul 6 pagi dari loteng Gerbang Istana(Lare-Lare Asi). Hal
tersebut dimkasudkan sebagai permakluman bahwa hari upacara adat telah
tiba. Kemudian pada sekitar pukul 7 pagi utusan sultan yang terdiri dari
tokoh-tokoh adat, Anggota Laskar kesultanan, bersama penari lenggo
Mbojo menjemput penghulu melayu di kediamannya, Kampung Melayu.
Sekitar pukul 8 pagi, rombongan penghulu melayu berangkat dari
kampung melayu menuju Istana Bima. Keberangkatan rombongan tersebut
ditandai dengan dentuman meriam. Adapun rombongan yang menyertai para
penghulu melayu secara berurutan antara lain adalah Pasukan Jara Wera
sebagai pengawal pembuka jalan, diikuti oleh pasukan Jara Sara’u dengan
hentakan kaki kuda yang khas dan kuda pilihan, Anggota Laskar Suba Na’e
dan Penari Sere, Pasukan Pengusung Uma Lige(Mahligai), dan terkahir
diikuti oleh rombongan Pemuka Adat Dana Mbojo.
Ketika Penghulu Melayu beserta rombongan tiba di Istana Bima
disambut pula dengan dentuman meriam dan berbagai atraksi serta tarian
tradisional seperti tari kanja, tari sere,Gentaong dan dilanjutkan
dengan Mihu yaitu pernyataaan kesiapan sultan untuk menerima sekaligus
memulai upacara penyerahan U’a Pua yang berisi Kitab Suci Alqur’an.
Setelah U’a Pua diserahkan, penghulu melayu dan sultan duduk
berdampingan sambil menyaksikan Tari Lenggo U’a Pua sebagai lambang
keharmonisan hubungan dan simbol kesamaan Visi dan Misi masyarakat Mbojo
dalam kehidupan beragama, berbangsa dan bernegara. Kemudian dibagian
akhir Upacara ditandai dengan pembagian 99 tangkai bunga telur sebagai
simbol Asma’ul Husna(99 sifat allah) kepada seluruh hadirin.
0 komentar:
Posting Komentar