
Syair dalam senandung Rawa Mbojo didominasi pantun khas Bima yang
berisi nasehat dan petuah, kadang pula jenaka dan menggelitik. Ini
adalah sebuah warisan budaya tutur yang tak ternilai untuk generasi.
Dalam Rawa Mbojo terdapat beragam lirik yang dikenal dengan istilah
Ntoko. Ada Ntoko Tambora, Ntoko Sangiang, Ntoko Lopi Penge, dan Ntoko
lainnya. Tiap Ntoko memiliki khas masing-masing. Misalnya Ntoko Tambora
dilantunkan dalam syair dan irama yang menggambarkan kemegahan alam.
Ntoko Lopi Penge menggambarkan suasana laut dan gelombang. Syair dan
pantun yang dilantunkan pun dikemukakan secara spontan sesuai keadaan.
Itulah kelebihan dari para pelantun Rawa Mbojo. Meskipun tidak bisa
membaca dan menulis, namun mereka sangat piawai melantunkannya secara
spontan.
Namun sayang, Rawa Mbojo saat ini telah mengalami pergeseran nilai.
Syair dan pantun yang disenandungkan tidak lagi bertuah. Syair yang
dilantunkan banyak mengandung hal-hal yang prono dan tidak mendidik.
Apalagi lagu-lagu dangdut dalam Bahasa Mbojo yang banyak beredar dalam
kaset dan CD maupun DVD saat ini. Diperparah lagi dengan lahirnya kreasi
baru dalam Bentuk Biola Katipu(Biola Ketipung). Hiburan kreasi baru ini
banyak mengundang keributan dan perkelahian yang tidak jarang memakan
korban. Hal ini tentu menjadi perhatian semua kalangan untuk
mengembalikan makna dan citra Rawa Mbojo sebagai media penyampaian pesan
dan hikmah.
Sumber : http://alanmalingi.wordpress.com
0 komentar:
Posting Komentar