Rabu, 27 Agustus 2014

Ajaran Animisme dan Dinamisme Pada Masyarakat Desa Simpasai



A.     Munculya Ajaran Animisme dan Dinamisme Pada Masyarakat  Desa  Simpasai Kecamatan Lambu Kabupaten Bima
    Eksitensis munculnya ajaran animisme dan dinamisme adalah kurangnya pengetahuan atau kesadaran yang dimiliki oleh masyarakat Desa Simpasai dalam hal keyakinan dan keperyaan tentang agama Islam. Walaupun pada hakekatnya, agama Islam adalah agama yang pertama kali ada dalam kehidupan manusia. Nabi Adam adalah manusia pertama yang menganut agama Islam. Tetapi kepercayaan animisme dan dinamisme tidak lain adalah bentuk penyelewengan ajaran Allah. Namun bagaimanapun juga, penyebaran agama Islam di nusantara memang tidak bisa dipungkiri bahwa akan adanya kontradiksi antara ajaran yang agung dengan kepercayaan animisme dan dinamisme. (R. Rudi, 1994: 24).
      Begitu pula dengan masyarakat Desa Simpasai dari zaman (naka) sampai zaman modern sekarang. Sebelum mereka mengenal agama Islam sampai mereka memeluk agama Islam secara sempurna mereka masih percaya pada hal-hal yang gaib ( mistik ). Memang pada dasarnya “ orang Bima (dou mbojo) asli adalah orang pegunugan (dou doro) atau disebut juga orang awam, sedangkan orang pesisir adalah pendatang ”. Pada hal tersebut juga menyatakan bahwa orang Bima ( dou mbojo ) percaya kepada ncuhi yang berasal dari makamba-makimbi (mistik). Kemudian percaya dengan adanya ”marafu” yang merupakan simbolis ketuhanan yang bisa datang melalui batu, pohon, gunung serta kuburan kramat. Sehingga munculah kepercayaan yang disebut animisme dan dinamisme.
Hal ini juga di kemukakan oleh bapak H. Murtalib dan H. Firdaus yang menyatakan bahwa:
Munculnya ajaran animisme dan dinamisme berawal dari ajaran turun temurun dari nenek moyang terdahulu. Menurut masayarakat Desa Simpasai bahwa  ajaran animisme dan dinamisme adalah kepercayaan yang harus di ikuti oleh setiap masyarakat. Bagi masyarakat Desa Simpasai menghargai arwah leluhur adalah suatu kewajiban dan penghormatan bagi setiap orang yang mempercayainya. Menurut keyakinan mereka, alam beserta isinya diciptakan oleh yang maha kuasa,yang disebut marafu atau Tuhan.(15 Agustus 2011).

berdasarkan peryataan diatas bahwa yang melatar belakangi munculnya ajaran animisme dan dinamisme adalah  ajaran turun temurun dari nenek moyang terdahulu yang harus di laksanakan oleh masyarakat Bima pada umumnya dan khusussnya masyarakat Desa Simpasai.
C. Keberadaa Ajaran Animisme Dan Dinamisme Serta Bentuk Dan Jenis Yang Masih Berkembang Pada Masyarakat Desa Simpasai
               Keberadaan ajaran animisme dan dinamisme tidak terlepas dari sejarah bangsa Indonesia. Sebagaimana telah di ketahui bersama bahwa agama hindu dan budha telah hadir lebih awal dalam peradaban nusantara. Masyarakat telah mengenal kedua agama budha dan hindu dari pada agama Islam. Namun, sebelumnya ada periode khusus yang berada dengan agama hindu-budha. Masa itu adalah masa pra-sejarah. Zaman ini disebut sebagai zaman yang belum mengenal tulisan. Pada saat itu,  masyarakat sekitar hanya menggunakan bahasa insyarat sebagai alat komunikasi. Di zaman itulah, masyarakat belum mengenal agama. Mereka belum mengerti tentang baik dan buruk. Mereka juga belum mengerti tentang aturan hidup karena tidak ada kitab suci dan undang-undang yang menuntun kehidupan mereka. Tidak ada yang istimewa pada zaman ini kecuali kepercayaan primitif mereka tentang animisme dan dinamisme. (M. Hilir Ismail 2006: 2-3).
          Peryataan diatas senada dengan pendapat H.Murtalib H. Firdaus yang menyatakan bahwa:
     Keberadaan ajaran animisme dan dinamisme pada masyarakat Desa Simpasai      sekarang  masih dilaksakan oleh sebagian besar masyarakat Desa Simpasai, karna pada dasarnya keberadaan ajaran animisme dan dinamisme dari zaman naka sampai jaman modern sekarang sudah ada dalam kehidupan masayarakat Bima pada umumnya dan pada khususnya masyarakat Desa Simpasai, disamping itu pula keberadaan ajaran animisme dan dinamisme sudah menjadi sesuatu yang melekat dan bahkan sudah melebar luar  dalam kehidupan  masyarakat Desa Simpasai. (16 Agustus 2011).

     Adapun bentuk dan jenis animisme dan dinamisme yang masih berkembang pada masyarakat Desa Simpsai adalah sebagai berikut dinamisme adalah:
1.      Bentuk animisme dan sebagi berikut :
-          Pisang                        : Kalo
-          Beras Kuning             : Bongi Monca
-          Nasi Warna                 : Oha Warna
-          Daun Sirih                   : Nahi
-          Rokok                         : Rongko
-          Ayam Kampung          :  Janga Rasa
-          Pinang                         : U’a
-          Ayam Bakar                 : Janga Puru
-          Kue Campuran              : pangaha Soji
              Berdasarkan uraian diatas bahwa terdapat beberapa bentuk yang  animisme dan dinamisme yang dipergunakan oleh masyarakat Desa Simpasai dalam melakukan aktifitasnya di dalam menghormati para leluhur atau   marafu”  yang disebut ( Sesajen).
            Pernyataan di atas senada dengan pendapat HJ. Sa’adiah yang menyatakan bahwa untuk melakukan setiap kali melakukan suatu permohon terhadap   marafu harus menbawa beberapa makanan yang disukai oleh nenek moyang terdahulu, semua itu dilakukan agar permintaan mereka dikabulkan. Apabila diantara persaratan itu tidak dibawa maka permintaannya tidak dikabulkan oleh marafu. (17 Agustus 1011 ).

2.      Ciri-ciri animisme dan dinamisme adalah sebagai berikut :
-          Kuburan Kramat            : Rade karama
-          Batu Besar                     : Wadu na’e
-          Pohon Asam                  : Fu’u mange
-          Telaga Nuri                   : Talaga Nuri    
Berdasarkan peryataan diatas bahwa keberadaaan ajaran animisme dan dinamisme pada masyarakat Desa Simpasai masih dilaksakan oleh sebagian masyarakat, namun meskipun mereka melakukan pemujaannya mereka tetap melaksakan ibadah 5 kali sehari semalam.


a)    Keberadaan animisme
         Animisme adalah kepercayaan terhadap mahluk halus dan roh, keyakinan ini banyak dianut oleh bangsa-bangsa yang belum bersentuhan dengan agama wahyu. Paham animisme mempercayai bahwa benda yang ada di bumi ini (seperti laut, gunung, hutan, gua, atau tempat-tempat tertentu), mempunyai jiwa yang mesti dihormati agar jiwa tersebut tindak menganggu manusia, atau bahkan membantu mereka dalam kehidupan ini.
         Kepercayaan animisme didapati dari pengaruh bangsa lain yang menjalin interaksi dengan mereka. Ada yang menyataklan bahwa kepercayaan ini berasal dari ajaran Taotisme yang lahir di kawasan Tiogkok. Ada juga yang menyatakan bahwa bangsa Indonesia sudah mengenal istilah Dewa, roh jahat dan roh baik, dan kesaktian atau kekuatan luar biasa. Misalnya, mereka sudah percaya pada kekuatan matahari dan buklan atau disebut dengan kepercayaan pada Adityachandra.
        Tidak hanya itu, masyarakat awal Indonesia   juga sudah mengenal tentang bagaiamana cara menghormati orang yang sudah mati. Kepercayaan bahwa manusia yang hidup masih menjalin komukasi dengan para leluhur mereka yang sudah mati. Untuk itulah, mereka melakukan ritual-ritual tertentu dalam enghormati arwah para leluhur dan menjauhkan didi dari roh jahat. Matahari dianggap sebagai dewa, bulan diyakini sebagai dewi, langit dianggap sebagai kerajaan, bumi beserta isisnya disebut sebagai pekindung atau pengawal manusia.
        Jika ditelusuri lebih dalam lagi kepercayaan semacam ini tidak hanya berkebang diberbagai Negara saja, akan tetapi di Indonesia khususnya di Kabupaten Bima bertempat di Desa Simpasai Kecamatan Lambu. Keberadaan animisme dikalangan masyarakat Simpasai masih ada, kkarna masyarakat masih percaya terhadap kekuatan-kekuatan yag berbau mistik, dan mereka menganggap bahwa kekuatan yang ada di dunia ini memiliki roh dan jiwa, dan jiwa tersebut di anggap oleh msyarakat adalah arwah nenek moyang dan keluarngannya yuang telah tiada. Di samping itu pula mereka mengaggap bahwa kekuatan arwah tersebut dapat memberikan kesejahteraan terhadap orang yang mempercayainnya, kalau diantara mereka ada tidak percaya terhadap arwah leluhur, maka akan berakibat pada dirinya dan kekuarganya dan bahkan terhadap anak cucunya kelak.
         Mempercayai dengan adanya arwah leluhur adalah  kebiasaan masyarakat Simpasai dari zaman Naka sampai zaman modern sekarang masih dilaksakan oleh sebagian masyarakat Simpasai kaarna menurut mereka m,enghargai arwah leluhur suatu kewajiban yuang harus dilaksanakan, sebab pada saat itu mereka sangat menjunjung tinggi nilai “maja labo dahu” dalam bahasa Indonesianya adalah “malu dan takut”. Maksud “malu dan takut ini adalah mereka harus bias bembawa dirinya dengan lingkungan sekitarnya dan bias membedakan antara hak miliknya dan hak orang lain serta saling menghargai antara  satu dengan yang lainnya. Simbol ini kemudian  diwariskan oleh masyarakat kepada generasi penerus agar apa yang menjadi tradisi dan kebiasaan maasyarakat dulu harus di ikuti pula oleh masyarakat sekarang baik kebudayaan maupun kepercayaan kalau semua itu sudah dilakukan oleh masyarakat maka, kesejahteraan, dan kedamaian akan selalu, menyertai mereka.
          Kepercayaan masyarakat terhadap arwah nenek moyang sudah mendara daging dalam kehidupan mereka dan kaloborasi antara agama wahyu dengan kebiasaan masyarakat setara, meskipun mereka sudah memeluk agama Islam secara sempurna, namun masih banyak dari sekian dari mereka yang masih banyak yang mempercayai terhadap arwah nenek moyang, mereka menganggap bahwa arwah leluhur bias dating kapan saja dalam bentuk apa saja. Keberadaan animisme adalah kepercayaan hasil dari turun temurun yang sampai sekarang sulit untuk dipisahkan dari masyarakat pribumi sekalipun mereka sudah memeluk agama Islam.
          Dari peryataan di atas  menyatan bahwa keberadaan kederadaan animisme pasa masyarakat Simpasai masih ada, karna mereka masih percaya terhadap roh dan jwa. Mereka menganggap bahwa roh dan jiwa tersebut adalah arwah nenek moyang, bagi mereka nenek moyang sosok yang harus di semah dan di puji keberadaannya, karna bagi yang menjalankannya akan diberikan sesuatu terkait apa yang di minta.
b)   Bentuk Dan Wujud Animisme
1.    Bentuk Animisme adalah mereka masih percaya terhadap arwah atau roh, bagi mereka roh itu  bukan hanya menempati mahluk hidup tetapi juga benda-benda mati, sehingga roh itu terdapat daklam batu-batuan, pohon-pohon besar, tombak, kepala manusia yang di bumi. Dengan adanya kepercayaan terhadap mahluk dan roh maka timbullah pemujaan pada roh-roh nenek moyang, yang dipuja biasanya membalas kebaikan dan ada juga yang dipuja gar roh itu tidak mengaggu, terhindar dari kemarahan roh/hantu biasanya diadakan penguburan hewan/manusia hidup-hidup atau diambil kepalanya dan dilempar ke dalam gunung manakala sebuah gunung meletus mereka beranggapan bahwa jika ada bencana alam  berarti roh-roh alam sedang marah. Selain itu, mereka menyakini bahwa orang yang telah meninggal dianggap sebagai yang maha tinggi, menentukan nasib dan mengontrol perbuatan manusia.
  Lalu pemujaan orang semacam ini lalau berkembang menjadi pengembahan roh-roh. Roh orang meninggal dianggap dan dipercayai mereka sebagai mahluk kuat yang menentukan, segala kehendak serta kemauan yang harus dilayani. Dan mereka juga beraggapan bahwa roh tersebut juga dapat merasuk kedalam benda-benda tertentu. Roh  yang masuk ke dalam benda tersebut akan mengebabkan kesaktian. Maka dari itu masyarakat mengembah kepada roh-roh tersebut supaya selamat dari bahaya.
2.    Wujud animisme
             Adapun wujud dari animisme adalah sebagai berikut :
a.       “Toho ra dore” artinya “tunduk dan patut” dimana toho r adore ini adalah wujud kepercayaan masyarakat Simpasai terdahap arwah leluhur dan sebagai wujud persyaratan agar apa yang menjadi keinginaan mereka bias tercapai dan dijadikan pula sebagai wujud dari rasa syukur terhadap apa yang mereka peroleh sampai sekarang masih masih silaksanakan oleh sebagian masyarakat Simpasai, yang menurut pengamat peneliti bahwa “toho ra dore” ini dilakukan oleh masyarakat pada saat tertentu, misalnya pada malam senin dan jum’at, menurut mereka  malam jum’at dan malam senin adalah waktu yang tepat untuk melakukan aktifitasnya dalam menghargai arwah leluhur selain itu arwah biasa datang menghampiri masayarakat.
Di samping itu pula ”toho r adore” bagi masyarakat Simpasai adalah  suatu kewajiban yang akan selalu dilaksanakan dan percayai oleh orang yang mempercayainya, sebab kalau masyarakat tidak melaksanakannya maka celaka bagi orang tersebut karna arwah nenek akan mengamuk dan marah, selain itu agar apa yang mmenjadi keinginan bisa tercapai, dan diberikan kemudahan dalam menghadapi persoalan hidup.
b.      “ doho ra dana”  diartikan pula sebagai “duduk bersama-sama” doho ra dana ini adalah wujud keppercayaan masyarakat terhadap arwah leluhur, masyaraakat pada saat tertentu mereka mempunyai tujuan serta keiginan disaat mereka melakukan “doho ra dana” ini, dimana ketika mereka mengalami gagal panen atau terkena musibah, maka jalan yang paling utama yang dilakukan oleh mereka adalam melakukan “toho r a dore” ini, bagi mereka “toho ra dore” ini adalah wujud permintaan maaf mereka terhadap arwah nenek moyang, supaya kegagalan panen yang mereka alami diakibatkan karna kemarau pajang, itu semua bisa berawal dari kemurkaan nenek moyang bisa berakhir. Dan musibah yang dialami pula oleh orang kampung yang mengalami sakit-sakitan dalam satu keluarga bisa sembuh dan normal kembali.
 Maka dari itu masayarakat Simpasai melakukan “toho ra dore” ini pada saat tertentu, agar apa yang menjadi tujuaan mereka bisa terpenuhi dan tercapai serta arwah tidak marah, selain itu juga mereka melakukan “toho r adore “ karna bentuk rasa perduli masyarakat terhadap nilai “maja labo dahu” simbol inilah yang kemudian dijadikan tolak ukur masyaratat dalam menjalankan kepercayaannya terhadap arwah leluhur.
c)      Bentuk Ritual Animisme
         Benntuk ritual animisme pada mayarakat Simpasai adalah mereaka masih mempertahankan beberapa macam upacara atau ritual yang masih mmurni berkaitan dengan animisme atau telah mengalami perbauran dengan Islam. Salah satu contohnya adalah upacara kelahiran dan kematian dengann ritual-ritual berbeda. Tapi yang paling menonjol  pada masyarakat Simpasai adalah pada saat “wanita hamil” dalam bahasa Bimanya “na’e loko”, dalam kalagan masyarakat Simpasai, keberadaan wanita hamil teryata akan menimbulkan datang nya roh jahat yang akan menganggu ibu hamil ini, oleh karena itu masyarakat Simpasai mempunyai cara tersediri untuk mengusir para roh-roh jahat itu dengan mengunakan kalung yang terbuat dari ayat-ayat suci serta sudah dibacakannya matra-matra, maka dengan kalung ini roh jahat itu tidak menganggu ibu hamil tadi.
         Selain itu ketika kehamilan perempuan ini mencapai 7 bulan maka di adalakanlah upacara yang sering disebut oleh mereka adalah “kiri loko” yang artinya “memperbaiki bentuk perut” cara yang mereka lakukan terhadap iu hamil ini adalah, memakaikan kain putih tampa ada alasnya di tubuh ibu hamil tadi, disiapkannya bunga tujuh rupa di dalam ember dan disiramlah ibu hamil tersebut. mereka melakukan ritual “kiri loko”ini agar mereka bisa tau anak pempuan atau laki-laki yang akan keluar nanti selain itu agar mendidik si bayi supaya kelak dia tidak akan menjadi anak yang bandel dan terhidar dari perbuatan  tercela serta tunduk dan patuh terhadap orang tua keluarga dan sahabatnya dan agar bentuk fisiknya sempurna, dan setelah bayi itu lahir maka ari-ari harus di kuburkan di dalam  lingkungan rumahnya, supaya bayi itu tidak rewel, bandel dan selalu sabar serta patuh terhadap ibu/bapaknya.
          Tentang ritual kematian, kematian dalam adat masyarakat Simpasai sampai sekarang masih dilaksanakan seperti, apabila ada kematian dalam sebuah keluarga, maka semua kain-kain yang menyelimuti mayat tadi disimpan pada suatu tempat. Kain-kain ini disebut pula “kani ra lombo” adalah sisa baju yang dipakai oleh almarhum/almarhuma, biasanya disimpan di atas tempat tidur untuk selama empat ppulu hari. Setelah selsai upacara penguburan selsai dilaksanakan, mulai malam pertama sampai malam ketiga diadakan “tahali” atau (tahlil).
         Bentuk dari ritual orang yang melahirkan tadi bermaksud agar anak itu kelak dia remaja sampai dia dewasa selalu patuh dan tunduk terhadap orang tua dan orang lain serta dia tidak berbuat maksiat dan selalu mengikuti tradisi dengan ajaran yang sudah ditetapakan sejak dia lahir. Dan tentang kematian agar awah si mayit tersebut  tenang, serta mendapatkan tempat yang mulia disisi sang khaliq. Dan apabila sisa bajunya tidak disimpan di atas tempat tidur, maka arwah si mayit itu akan datang menghantui semua keluarganya.

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda

0 komentar:

Posting Komentar