Rabu, 06 Februari 2013

Pandangan Islam terhadap Dunia




“Ketahuilah wahai anak-Ku, bahwa engkau diciptakan untuk akhirat bukan  untuk dunia. Engkau dilahirkan untuk mati dan tidak untuk hidup selama-lamanya, keberadaanmu didunia hanyalah untuk sementara… Jika engkau tertangkap oleh kematian dalam keadaan lengah, niscaya malapetaka abadilah bagimu.”
“Oleh karena itu, wahai anak-Ku, ingatlah sementara tiga hal; kematian, awal perbuatan, kehidupan  sesudah mati. Dengan demikian engkau akan mengalami kehancuran, tempat dimana engkau sibuk  berbekal untuk akhirat. Kematian mengikutimu, engkau tak dapat melarikan diri darinya.”
“Betapapun engkau  berusaha menghindarinya, cepat atau lambat ia akan menangkapmu. Karena itu berhatilah-hatilah jangan sampai ia menangkapmu sementara engkau sedang dalam keadaan lalai tanpa persiapan dan tiada lagi kesempatan bagimu untuk bertobat atas dosa dan kejahatan yang engkau lakukan, serta keburukan yang karenanya engkau senantiasa siap menghadapi kematian dan ia tak akan menangkapmu dalam keadaan lengah.”
“Puteraku sayang, janganlah engkau terpesona dan tertipu oleh orang-orang yang tergila-gila dengan dunia dalam kehidupan yang penuh dengan segala kenikmatannya.”
“Janganlah terpengaruh oleh mereka yang dengan kalap memperebutkan dunia ini untuk memiliki dan dimiliki. Allah Swt dengan penuh kasih sayang telah menjelaskan kepadamu segala sesuatu mengenai dunia ini, bahkan dunia ini pun telah menjelaskan sifat-sifat aslinya kepadamu.”
“Dunia telah dengan jelas menunjukkan kepadamu kelemahan-kelemahan, kekurangan-kekurangan, keburukan-keburukan. Ingatlah, sesungguhnya ahli (pencinta) dunia ini bagaikan anjing-anjing yang menggonggong, dan binatang-binatang buas yang ganas yang saling memusuhi satu sama lain.”
“Di antara mereka ada yang senantiasa menyalak kepada yang lainnya. Yang keras membantai yang  lemah, yang  besar memaksa yang kecil. Sebagian mereka bagaikan binatang ternak yang terikat, sedangkan yang lainnya bagaikan  biantang ternak yang terlepas, kehilangan kendali (akal) berlari ke arah yang tak ketahuan rimbanya.”
Setiap insan akan menghadapi kenyataan bahwa dirinya dilahirkan  ke dunia, kemudian hidup sementara di dalamnya, lantas dijemput kematian. Karena itu, sudah semestinya manusia memikirkan bagaimana seharusnya mereka mengisi masa  kehidupan di dunia ini sebagai   bekal bagi kehidupan sesudah mati.
Kenyataan lain yang dihadapi adalah manusia hidup bersama sebagai sebuah masyarakat dengan berbagai tingkat perbedaannya, baik material maupun spiritual Terdapat manusia yang mengisi  kehidupan di dunia hanya untuk dunia, dan ada pula yang mengisi kehidupan di dunia hanya untuk  akhiratnya. Berdasarkan perbedaan tersebut, Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib menggambarkan adanya orang-orang yang berwatak laksana binatang buas yang ganas dan lapar, yang saling bermusuhan satu sama lain.
Ada yang bagaikan binatang ternak  yang terikat, dan pula ada yang terlepas, kehilangan kendali (akal), dan berlari entah ke mana tak tentu rimbanya. Adanya  kecintaan pada dunia  menjadikan manusia terikat  pada egonya. Kualitas keterikatan ini selaras dengan kadar besar kecilnya martabat cinta tersebut.
Adakalanya dalam menelusuri arung kehidupan ini, mereka  menghalalkan  segala cara. Misal, menyingkirkan selainnya dengan cara curang demi keuntungan pribadi, meskipun yang disingkirkan itu adalah orang yang paling dekat dengannya. Atau paling jauh ia hanya berjuang  demi keluarga atau bangsanya saja meski harus memusuhi selainnya. Alhasil, cukup banyak manusia di dunia ini yang hanya mementingkan hak dan kepentingan pribadi, keluarga, atau golongannya saja. Potret semacam ini tentu dapat kita  saksikan juga di bumi Indonesia tercinta ini.
Faktor yang dapat merusak manusia dan masyarakat bukan hanya hawa nafsu yang dijadikan tuhan. Masih ada faktor mendasar  lain yang menjadikan  skala kerusakan jauh lebih luas lagi. Yakni faktor sistem kehidupan (individual dan sosial) yang dibangun di atas landas-tumpu pandangan  dunia  dan ideologi yang keliru, atau yang mengakibatkan  masyarakat tidak mempedulikan pandangan dunia dan ideologi lurus yang seharusnya dianut.
Karenanya, masayarakat menjadi rentan “dimanfaatkan dan diperalat” pihak-pihak tertentu untuk tujuan-tujuan politik dengan  mendahulukan kepentingan  terciptanya kesejahteraan hewani ketimbang kesejahteraan manusiawi.
Dalam  tulisan  pendek ini, seraya memohon petunjuk Allah Swt, kami ingin  membicarakan masalah pandangan dunia dan  ideologi secara umum dengan harapan kita semua dapat  menyadari pentingnya permasalahan ini bagi setiap  manusia  dalam proses kehidupannya.

Pandangan Dunia dan Ideologi

Istilah pandangan dunia (world view) dan ideologi acapkali digunakan  dalam makna yang berdekatan. Termasuk dalam pengertian istilah pandangan dunia adalah kumpulan keyakinan dan  pandangan  yang sistematis tentang alam dan manusia.

Bahkan tentang wujud secara umum, termasuk ideologi, adalah pengertian tentang kumpulan pandangan universal dan sistematis seputar jalan dan cara hidup manusia.  Bertolak dari kedua makna di atas, maka dapat diketahui bahwa tatanan  dasar dari keyakinan seluruh agama adalah pandangan dunia, dan tatanan hukum-hukum dalam bentuknya yang umum  adalah ideologi.

Perlu ditegaskan bahwa pandangan dunia tidak  mewakili suatu keyakinan tertentu secara khusus, dan kata ideologi juga tidak mewakili secara hukum suatu aliran (pemikiran) tertentu. Dan adakalanya pula istilah ideologi digunakan dengan makna yang identik dengan istilah pandangan dunia.

Pandangan Dunia Ilahi dan Materi

Di antara manusia dapat ditemukan berbagai jenis pandangan dunia. Namun, secara umum kita dapat membaginya ke dalam dua kategori; keimanan kepada sesuatu yang berada di balik alam  konkret dan pengingkaran terhadapnya.
Alhasil, pandangan dunia dapat dibagi ke dalam dua jenis. Pertama, pandangan dunia ilahiah; yakni keyakinan tentang  adanya Tuhan. Keyakinan ini eksis sebagai agama yang meniscyakan adanya dikotomi; ketauhidan dan kesyirikan.
Adapun berkenaan dengan faktor penyebab munculnya beragam agama di tengah masyarakat manusia,  para ahli agama memiliki pandangan yang beragam. Adapun sekaitan dengan pandangan sunia Islam  yang dapat ditinjau dari pelbagai referensinya yang berkenaan dengannya adalah; bahwa  agama  ini lahir  bersamaan dengan lahirnya manusia.
Manusia yang  pertama kali menempati alam dunia ini adalah Adam as,  yang diyakini sebagai nabi  pertama yang mengajak pada  ketauhidan. Sedangkan agama-agama berbau kemusyrikan muncul dari penyelewengan  dan hawa nafsu manusia, baik secara  perorangan maupun  komunal. Dan agama tauhid adalah agama sebenarnya yang datang dari langit, dengan didasari tiga keyakinan:
Ø  Keyakinan terhadap keesaan Tuhan.
Ø  Keyakinan terhadap kehidupan abadi manusia di hari akhirat serta adanya balasan terhadap segenap perbuatan manusia di dunia.
Ø  Keyakinan terhadap utusan Allah Swt untuk mengantarkan manusia kepada  hidayah kesempurnaan dan kebahagiaan dunia dan akhirat.
Kedua, pandangan dunia materi. Dulu kelompok yang menganut pandangan dunia ini disebut dengan (tabi’i atau dahry). Sedangkan  pada masa ini, mereka dikenal dengan sebutan kaum materialis (mabdi). Materialisme sebagai mazhab pemikiran yang dianut mereka memiliki banyak  varian. Yang paling masyhur pada zaman ini adalah Materialisme Dialektika, sebagaimana yang terkandung dalam mazhab filsafat Marxisme.

Menganut Pandangan Dunia

Sewaktu manusia berbicara tentang problema pandangan dunia dan pengenalan terhadap dasar-dasar agama, maka pertanyaan yang harus pertama kali disampaikan adalah:

Apakah jalan yang harus ditempuh demi meluruskan pandangan dunia dan ideologi? Apakah jalan pengenalan itu?  Dan apakah juklak (petunjuki pelaksanaan) yang harus digunakan demi mencapai jalan pengenalan tersebut?

Bidang yang membicarakan masalah di atas secara mendetail tercantum dalam pembahasan filsafat epistimologi, yang membahas tentang berbagai macam  makrifat manusia dan pendukungnya. Tetapi di sini, kami secara global akan menyebutkan empat bentuk pandangan:

Pandangan dunia sains yang dirumuskan berdasarkan eksperimen yang bersifat pasti tetapi tidak dapat di gunakan untuk mengenali apapun yang akan datang.

Ø  Pandangan dunia filsafat/akal yang diformulasikan lewat bangunan argumenasi, bersifat universal, serta meliputi masa lampau dan masa yang akan datang.
Ø  Pandangan dunia agama yang diperoleh  lewat berita-berita yang diyakini dan  disyiarkan.
Ø  Pandangan dunia syuhudi, diperoleh  lewat makrifat hudhur (pengetahuan yang diperoleh tanpa memerlukan perantara, dan kebenarannya  bersifat pasti).

Dalam hal ini, akal merupakan satu-satunya  jalan terbaik bagi kita dalam merumuskan dan menganut pandangan dunia. Ini mengingat karakteristiknya bersifat universal dan mencakup seluruh permasalahan yang menyangkut kebutuhan manusiawi.
Sedangkan pandangan dunia agama hanya dapat diyakini  apabila sebelumnya kita telah memiliki konsepsi akal tentangnya.
Pandangan dunia syuhudi merupakan pandangan dunia  yang bertumpu pada ilmu hudhuri  yang bersumber dari kekuatan dan kepekaan jiwa manusia. Ini dicapai lewat mujahadah  yang tentunya tidak semua orang sulit mampu melakukannya. Dengan kata lain, hanya  orang-orang tertentu saja yang  mampu melakukannya.
Adapun pandangan dunia yang dilandasi sains (ilmu pengetahuan) tidak mencakup seluruh permasalahan manusiawi. Ia hanya berbicara tentang apa yang ada dan terjadi sekarang. Pendeknya, rumus pandangan dunia sains tidak mempersoalkan awal dan akhir perjalanan hidup manusia.

Akal sebagai Titik Kesempurnaan Manusia

“Orang berakal terasa dekat dalam pengasingannya, dan orang  bodoh akan merasa asing sekalipun berada dalam negerinya,” demikian ungkapan bijak Imam Ali bin Abi Thalib.
Dunia merupakan tempat umat manusia berjuang demi meraih kebahagiaan hidupnya. Sebagai makhluk, manusia tak akan  terlepas  dari kejaran musibah dan kematian yang berlaku di dalamnya.
Manusia berbeda dengan makhluk lainnya. Faktor pembedanya adalah tuntutan akal yang menjadikan  manusia belajar dari contoh  kehidupan  manusia terdahulu demi merencanakan kehidupan di masa datang.
Berkenaan dengan bencana dan malapetaka, manusia bukan hanya menghindarinya, melainkan juga  akan menyusun rencana dan mengerahkan upayanya demi mencegahnya. Manusia tak hanya  mencari keuntungan pada hari ini. Melainkan juga akan menjadikan keuntungan yang diperoleh pada hari ini sebagai modal untuk mendulang keuntungan di hari esok.
Manusia juga  tidak hanya menyelamatkan diri dan anaknya saat rumahnya terbakar. Tetapi juga berusaha memadamkan api yang melahap rumah dan hartanya. Keistimewaan manusia terletak pada naluri keingintahuannya. Naluri ini bukan hanya  diorientasikan pada nilai-nilai material belaka. Melainkan lebih  dari sekadar itu. Dengan adanya naluri tersebut, manusia ingin tahu asal-usulnya, seraya mempertanyakan bagaimana mereka eksis di muka bumi ini, untuk tujuan apa, mengapa manusia atau makhluk hidup (biotik) lainnya harus mengalami kematian, bagaimana seharusnya mengisi kehidupan ini, serta bagaimana mencapai jalan keselamatan serta terhindar dari kesesatan.
Semakin kukuh dan komprehensif jawaban yang diperoleh atas  rangkaian pertanyaan di atas, semakin luas pula wawasan dan pemahaman manusia, yang pada gilirannya menjadikan bobot kemanusiaan dirinya semakin bernilai dan berkualitas.

Musuh Manusia adalah Dirinya Sendiri

Disebutkan dalam banyak ayat ataupun riwayat bahwa musuh utama  manusia adalah dirinya sendiri. Ini lantaran manusia bergerak dan beraktivitas sesuai dengan kehendaknya; bukan laksana robot yang diprogram sesuai dengan kehendak selainnya. Meskipun kehendak manusia banyak  dipengaruhi selainnya, namun keputusan akhirnya tetap saja bergantung pada kehendak manusia itu sendiri. Ciri khas perbuatan dengan satu kehendak adalah adanya tujuan dari kehendak tersebut.
Baik-buruknya suatu kehendak ditentukan oleh baik-buruknya tujuan  yang dipatoknya tersebut. Sehingga kadar baik dan buruknya amat ditentukan oleh lurus-tidaknya tujuan dan keberadaannya di alam kehidupan ini.
Dalam hal ini, perlu diperjelas mengapa dan untuk apa mereka hidup? Apa yang terjadi setelah  kematian?  Piciknya tujuan yang dicanangkan akan mengakibatkan manusia hidup dalam  dalam lingkup kegelapan yang menyesatkan. Lebih lagi, akan menjadikannya hidup tanpa memiliki kepastian apapun.
Allah Swt adalah wali bagi orang-orang yang beriman. Dia akan senantiasa mengeluarkan orang-orang yang beriman dari kepungan kegelapan menuju cahaya. Dan wali orang-orang kafir adalah thagut, yang mengeluarkan mereka dari cahaya menuju kegelapan nan gulita. []



Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda

0 komentar:

Posting Komentar