H. Ferry Zulkarnain, ST |
Muchlis
Murtalib, salah seorang yang pernah menulis buku almarhum bersama
M.Dahlan Abubakar menjelaskan, Rabu (23/12) Ferry Zulkarnain meninjau
suasana banjir di Tente akibat
air bah yang meluap melintasi Dam Pela Parado. Pada saat berkunjung
Ferry juga memberi bantuan kepada masyarakat yang terkena bencana banjir tersebut.
Kembali
dari meninjau, mungkin karena kelelahan dan memiliki riwayat penyakit
jantung disertai memikirkan nasib rakyatnya yang terkena bencana banjir,
dia merasa kesehatan kurang fit dan langsung
dibawa ke Klinik Sari Farma Bima untuk memperoleh pertolongan medis.
Tetapi informasi lain menyebutkan, pada pukul 04.00 dilarikan ke RSUD
Bima di Raba. Namun, nyawanya tidak tertolong.
Pada pukul 07.20. Ferry Zulkarnain dijemput Al Khalik.
Jenazahnya
akan dikebumikan Jumat (27/12) di Bima, sementara hari ini jasadnya
disemayamkan di Pendopo Bima untuk memberi kesempatan kepada masyarakat
menyampaikan ucapan dukacita.
Ferry
Zulkarnain dilahirkan di Jakarta 1 Oktober 1964. Dia meninggalkan istri
Indah Damayanti Putri dan seorang anak laki-laki Muhammad Putra
Ferryandi Ferry menyelesaikan pendidikan dasar di SDN No.4 Mataram, SMPN 40 Jakarta, SMA YMII Jakarta, dan Universitas Al Azhar Mataram.
Semasa
hidupnya pernah aktif di organisasi seperti wakil Bendahara DPD II
Partai Golkar Kabupaten Bima (1994-1998), Wakil Ketua II DPD Partai
Golkar Kabupaten Bima (1998-2003), dan Ketua DPD II Partai Golkar
Kabupaten Bima (2003-2008).
Jabatan
di pemerintahan: Anggota DPRD Kabupaten Bima (1997-1999/2002), anggota
DPRD Kota Bima (2003-2005), dan Bupati Bima (2005-2010 dan 2008-2015).
Selama
menjabat Bupati, Ferry Zulkarnain lebih banyak berada di tengah
rakyatnya ketimbang di kediamannya di Kota Bima. Kepala Desa Kanca
Kecamatan Parado, Drs.Kaharuddin menjelaskan, hanya pada malam Jumat
saja Ferry berada di Kota Bima untuk zikiran keluarga. Selebihnya
mengelilingi desa-desa dan bermalam di desa.
Ferry
mulai terjun ke dunia politik pada usia 31 tahun. Kesederhanaannya
mewarisi sifat ayahnya Putra Abdul Kahir, Sultan yang juga menjabat
Bupati Bima pada tanggal 2 Oktober 1950 hingga 1967. Ferry
lahir dari pasangan Putra Kahir-Jubaidah dan merupakan anak sulung.
Ferry kecil tidak banyak dikenal orang Bima, karena dia menghabiskan
masa-masa balitanya di luar Kabupaten Bima.
Ferry
yang menggaet Drs.Usman A.K. sebagai Wakil Bupati mememangi pemilihan
bupati pada tahun 2005, mengalahkan Drs.H.Zainul Arifin, incumbent,
yang maju ke gelanggang lagi. Pasangan Ferry-Usman menggaet suara
dominan, sehingga pemilihan hanya berlangsung satu putaran. Pada periode
kedua, Ferry menggaet H.Syafaruddin sebagai wakil bupati.
Di
periode I pemerintahannya, Ferry tidak sedikit menunai cobaan, terutama
datang dari mereka yang tidak puas dengan kepemimpinannya. Rangkaian
unjuk rasa tidak pernah berhenti. Pada periode kedua, gelombang unjuk
rasa kian marak lagi. Yang paling krusial dan brutal terjadi di
Kecamatan Lambu, saat para demonstran menguasai Pelabuhan Sape yang
menghubungkan NTB dengan NTT dengan menggunakan kapal penyeberangan.
Antrian panjang truk bermuatan kebutuhan Hari Natal dan Tahun Baru di
NTT tertahan beberapa hari di Pelabuhan Sape. Beberapa
orang tewas dalam kejadian yang bermula karena protes terhadap
kehadiran perusahaan tambang di Kecamatan Lambu tersebut, setelah aparat
keamanan membuka paksa akses pelabuhan di ujung timur Pulau Sumbawa
tersebut.
Gara-gara unjuk rasa itu, Ferry Zulkarnain
melunak. Dia menghentikan pengoperasian perusahaan tambang yang
ditengarai menyengsarakan rakyat itu karena merusak lingkungan. Padahal,
di daerah lain banyak juga kegiatan pertambangan beroperasi dan
ironisnya, ada juga warga Bima mencari penghidupan di sana. Misalnya
saja di Kecamatan Hu’u Kabupaten Dompu, NTB. Aktivitas transportasi
kendaraan yang lalu lalang mengangkut bahan baku hasil tambang tersebut
merupakan pemandangan rutin saban hari di kecamatan itu, seperti yang
saya saksikan Desember 2011.(dear).
0 komentar:
Posting Komentar