Cerita
Folklore ini berasal dari sebuah kecamatan dikabupaten Bima yaitu kecamatan
Sape. Dimana cerita ini konon katanya berasal dari mitos warga setempat, yang
mempercayai bahwa apa bila memakan ikan Bangkolo (bahasa Bima) tersebut,
masyarakat setempat akan mengalami gatal-gatal dan bencana alam terjadi. Mitos
ini berasal dari cerita, dimana pada zaman dahulu kala, pimpinan tertinggi di
zaman kerajaan Bima di sebut “Ncuhi”, Tiap-tiap Ncuhi ini
menduduki daerah kekuasaan masing-masing. Seperti Ncuhi Tabe Bangkolo, Ncuhi
Monta, Ncuhi Kabuju, Ncuhi Lambu, Ncuhi Dara, dan
lain-lain.
Konon
katanya, dalam Adat dan tradisi Ncuhi, mereka berhura-hura ingin
bertamasya ke Ncuhi Lambu untuk mengadakan acara makan-makan dan
berpesta pora dengan menggunakan perahu layar, menuju daerah kekuasaan ncuhi
lambu melewati transportasi laut .
Setelah acara makan-makan dan pesta pora semua Ncuhi sempat beristirahat sampai Ncuhi Tabe Bangkolo terbawa tidur. Pada saat Ncuhi Tabe Bangkolo tertidur nyenyak timbul niat jahat Ncuhi lain untuk tidak membangunkan Ncuhi Tabe Bangkolo dan di biarkan tertinggal sendirian. Beberapa saat kemudian Ncuhi Tabe Bangkolo terbangun kemudian melihat dan monoleh kearah kiri-kanannya ternyata keaadaan sudah sepi. Melihat kejadian
dan keadaan ini Ncuhi Tabe Bangkolo larut dalam kesedihan, ditengah kesedihannya datanglah seekor ikan yang biasa warga Bima sebut uta Bangkolo (ikan Bangkolo). Beberapa saat kemudian, ikan tersebut mengagetkannya dengan berkata,“mengapa Ncuhi murung dan bersedih?” Lalu Ncuhi Tabe Bangkolo menjawab dengan wajah kecewa dan tersedu, “Saya dikerjain, ditipu dan di tinggal pergi oleh Ncuhi lain.
Setelah acara makan-makan dan pesta pora semua Ncuhi sempat beristirahat sampai Ncuhi Tabe Bangkolo terbawa tidur. Pada saat Ncuhi Tabe Bangkolo tertidur nyenyak timbul niat jahat Ncuhi lain untuk tidak membangunkan Ncuhi Tabe Bangkolo dan di biarkan tertinggal sendirian. Beberapa saat kemudian Ncuhi Tabe Bangkolo terbangun kemudian melihat dan monoleh kearah kiri-kanannya ternyata keaadaan sudah sepi. Melihat kejadian
dan keadaan ini Ncuhi Tabe Bangkolo larut dalam kesedihan, ditengah kesedihannya datanglah seekor ikan yang biasa warga Bima sebut uta Bangkolo (ikan Bangkolo). Beberapa saat kemudian, ikan tersebut mengagetkannya dengan berkata,“mengapa Ncuhi murung dan bersedih?” Lalu Ncuhi Tabe Bangkolo menjawab dengan wajah kecewa dan tersedu, “Saya dikerjain, ditipu dan di tinggal pergi oleh Ncuhi lain.
Melihat
kesedihan yang menerpa Ncuhi tersebut, hati ikan itu tersentuh sehingga
berniat menolong Ncuhi dan mengantarkannya kembali ke wilayah
kekuasaannya. Ikan tersebut menyuruh Ncuhi Tabe menaiki tubuhnya
dengan memegang siripnya. Namun Ncuhi Tabe merasa ragu dengan ajakan
ikan tersebut, “Saya takut nanti ditengah perjalanan terjadi sesuatu yang tidak
diinginkan didalam diri saya”. Kemudian ikan bangkolo meyakinkan Ncuhi
agar meyakini kesaktiannya, “Ncuhi tak perlu takut, asalkan Ncuhi
memenuhi syarat yang saya minta”.
“Apa syaratnya?”
jawab Ncuhi dengan nada riang. “Suatu waktu jikalau melihat ikan sejenis
saya, Ncuhi haram untuk memakannya. Namun apabila perjanjian ini di
langgar, maka Ncuhi akan mendapatkan ganjaran yang membuat mu menyesal
seumur hidup.” Lanjut ikan tersebut. Akhirnya timbullah kesepakatan antara Ncuhi
Tabe dan ikan Bangkolo, tanpa berpikir panjang lagi Ncuhi Tabe memegang
sirip ikan itu, maka berangkatlah mereka menyebrangi lautan seberang.
Tidak
disangka, sesampai didaratan wilayah kekuasaannya, ternyata Ncuhi Tabe
lebih duluan tiba dari pada Ncuhi lain yang menumpangi perahu tadi. Kemudian Ncuhi
Tabe berdiri di tepi pantai dan melihat kearah perahu yang datang ternyata
para Ncuhi yang pergi meniggalkannya waktu di Ncuhi Lambu, belum sampai
didaratan. Beberapa saat kemudian, rombongan dalam perahu tersebut semkin
mendekat, dari kejauhan para Ncuhi dalam perahu tersebut merasa bingung
dan takut akan kesaktian Ncuhi Tabe. Kemudian mereka berniat untuk minta
maaf atas kekhilafan yang mereka perbuat, dengan hati yang tulus Ncuhi Tabe
menerima permintaan maaf dari ncuhi-ncuhi tersebut. Sehingga, semakin
akrab dan damailah yang terjalin kehidupan mereka.
Dalam
menjalani kehidupan yang damai itu, muncullah hubungan asmara antara kedua anak
Ncuhi, yaitu Ncuhi Tabe dan Ncuhi Lambu. Setelah beberapa
senggang waktu terjalin hubungan yang baik, muncul niat anak Ncuhi Lambu untuk
melamar atau meminang kekasihnya yaitu anak Ncuhi Tabe, sampai ada kesepakatan
kedua Ncuhi tersebut. Tidak lama kemudian, kira-kira dalam waktu satu
bulan dilaksanakanlah acara pernikahan kedua anak Ncuhi itu, dan pada
hari pengantaran mahar semua barang dan benda di antar, salah satu barang mahar
yang diantar adalah ikan Bangkolo kering. Dalam proses masak memasak,
dibagian dapur, ikan bangkolo itu hendak di potong-potong oleh keluarga Ncuhi,
namun dengan mengejutkan ikan tersebut tidak bisa terpotong meskipun
menggunakan parang dan pisau yang tajam. Sehingga salah satu dari juru masak
keluarga Ncuhi tersebut memasukkan ikan itu ke tabe (wajan), yang
berukuran sangat besar. Dalam keadaan tidak terpotong, beberapa saat kemudian
muncullah kejadian aneh di mana ketika ikan bangkolo kering itu di
masukin ke tabe atau dalam bahasa Indonesia disebut wajan, secara
spontan ikan itu meloncat keluar tabe dan langsung mengenai anak Ncuhi
yang masih kecil yang berdiri di dekat tabe (wajan), dan beberapa saat
kemudian tewas seketika, sehingga membuat acara bahagia itu dirundung duka.
Melihat kejadian ini, Ncuhi Tabe tidak habis pikir dan mengapa sampai
terjadi hal seperti ini.
Dikala
duka melanda dihari bahagia itu. Pikir punya pikir, teringatlah oleh Ncuhi
Tabe pada suatu saat dimana dirinya berjanji/bersumpah dengan seekor ikan bangkolo
yang pernah menolong dirinya dulu. Tanpa ia sadari sumpah dan janji tersebut
telah ia langgar.. dan atas kejadian itu munculllah seribu penyesalan dari
lubuk hati Ncuhi. Dan dari sumpah yang telah dilanggar tersebut, masyarakat
diwilayah kekuasaan Ncuhi Tabe mengalami penyakit kulit seperti,
gatal-gatal, panu, dan lain-lain. Sehingga diyakini sampai sekarang, bahwa ikan
tersebut sangat keramat dan masyarakat takut untuk memakannya.
0 komentar:
Posting Komentar