“Ketahuilah
wahai anak-Ku, bahwa engkau diciptakan untuk akhirat bukan untuk dunia. Engkau dilahirkan untuk mati dan
tidak untuk hidup selama-lamanya, keberadaanmu didunia hanyalah untuk
sementara… Jika engkau tertangkap oleh kematian dalam keadaan lengah, niscaya
malapetaka abadilah bagimu.”
“Oleh
karena itu, wahai anak-Ku, ingatlah sementara tiga hal; kematian, awal
perbuatan, kehidupan sesudah mati.
Dengan demikian engkau akan mengalami kehancuran, tempat dimana engkau sibuk berbekal untuk akhirat. Kematian mengikutimu,
engkau tak dapat melarikan diri darinya.”
“Betapapun
engkau berusaha menghindarinya, cepat
atau lambat ia akan menangkapmu. Karena itu berhatilah-hatilah jangan sampai ia
menangkapmu sementara engkau sedang dalam keadaan lalai tanpa persiapan dan
tiada lagi kesempatan bagimu untuk bertobat atas dosa dan kejahatan yang engkau
lakukan, serta keburukan yang karenanya engkau senantiasa siap menghadapi
kematian dan ia tak akan menangkapmu dalam keadaan lengah.”
“Puteraku
sayang, janganlah engkau terpesona dan tertipu oleh orang-orang yang
tergila-gila dengan dunia dalam kehidupan yang penuh dengan segala
kenikmatannya.”
“Janganlah
terpengaruh oleh mereka yang dengan kalap memperebutkan dunia ini untuk
memiliki dan dimiliki. Allah Swt dengan penuh kasih sayang telah menjelaskan
kepadamu segala sesuatu mengenai dunia ini, bahkan dunia ini pun telah
menjelaskan sifat-sifat aslinya kepadamu.”
“Dunia
telah dengan jelas menunjukkan kepadamu kelemahan-kelemahan, kekurangan-kekurangan,
keburukan-keburukan. Ingatlah, sesungguhnya ahli (pencinta) dunia ini bagaikan
anjing-anjing yang menggonggong, dan binatang-binatang buas yang ganas yang
saling memusuhi satu sama lain.”
“Di
antara mereka ada yang senantiasa menyalak kepada yang lainnya. Yang keras
membantai yang lemah, yang besar memaksa yang kecil. Sebagian mereka
bagaikan binatang ternak yang terikat, sedangkan yang lainnya bagaikan biantang ternak yang terlepas, kehilangan
kendali (akal) berlari ke arah yang tak ketahuan rimbanya.”
Setiap
insan akan menghadapi kenyataan bahwa dirinya dilahirkan ke dunia, kemudian hidup sementara di
dalamnya, lantas dijemput kematian. Karena itu, sudah semestinya manusia
memikirkan bagaimana seharusnya mereka mengisi masa kehidupan di dunia ini sebagai bekal bagi kehidupan sesudah mati.
Kenyataan
lain yang dihadapi adalah manusia hidup bersama sebagai sebuah masyarakat
dengan berbagai tingkat perbedaannya, baik material maupun spiritual Terdapat
manusia yang mengisi kehidupan di dunia
hanya untuk dunia, dan ada pula yang mengisi kehidupan di dunia hanya
untuk akhiratnya. Berdasarkan perbedaan
tersebut, Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib menggambarkan adanya orang-orang
yang berwatak laksana binatang buas yang ganas dan lapar, yang saling
bermusuhan satu sama lain.
Ada yang
bagaikan binatang ternak yang terikat,
dan pula ada yang terlepas, kehilangan kendali (akal), dan berlari entah ke
mana tak tentu rimbanya. Adanya
kecintaan pada dunia menjadikan
manusia terikat pada egonya. Kualitas
keterikatan ini selaras dengan kadar besar kecilnya martabat cinta tersebut.
Adakalanya
dalam menelusuri arung kehidupan ini, mereka
menghalalkan segala cara. Misal,
menyingkirkan selainnya dengan cara curang demi keuntungan pribadi, meskipun
yang disingkirkan itu adalah orang yang paling dekat dengannya. Atau paling
jauh ia hanya berjuang demi keluarga
atau bangsanya saja meski harus memusuhi selainnya. Alhasil, cukup banyak
manusia di dunia ini yang hanya mementingkan hak dan kepentingan pribadi,
keluarga, atau golongannya saja. Potret semacam ini tentu dapat kita saksikan juga di bumi Indonesia tercinta ini.
Faktor
yang dapat merusak manusia dan masyarakat bukan hanya hawa nafsu yang dijadikan
tuhan. Masih ada faktor mendasar lain
yang menjadikan skala kerusakan jauh
lebih luas lagi. Yakni faktor sistem kehidupan (individual dan sosial) yang
dibangun di atas landas-tumpu pandangan
dunia dan ideologi yang keliru,
atau yang mengakibatkan masyarakat tidak
mempedulikan pandangan dunia dan ideologi lurus yang seharusnya dianut.
Karenanya,
masayarakat menjadi rentan “dimanfaatkan dan diperalat” pihak-pihak tertentu
untuk tujuan-tujuan politik dengan
mendahulukan kepentingan
terciptanya kesejahteraan hewani ketimbang kesejahteraan manusiawi.
Dalam tulisan
pendek ini, seraya memohon petunjuk Allah Swt, kami ingin membicarakan masalah pandangan dunia dan ideologi secara umum dengan harapan kita
semua dapat menyadari pentingnya
permasalahan ini bagi setiap manusia dalam proses kehidupannya.
Pandangan Dunia dan Ideologi
Istilah pandangan dunia (world view) dan ideologi acapkali digunakan dalam makna yang berdekatan. Termasuk dalam pengertian istilah pandangan dunia adalah kumpulan keyakinan dan pandangan yang sistematis tentang alam dan manusia.
Bahkan tentang wujud secara umum, termasuk ideologi, adalah pengertian tentang kumpulan pandangan universal dan sistematis seputar jalan dan cara hidup manusia. Bertolak dari kedua makna di atas, maka dapat diketahui bahwa tatanan dasar dari keyakinan seluruh agama adalah pandangan dunia, dan tatanan hukum-hukum dalam bentuknya yang umum adalah ideologi.
Perlu ditegaskan bahwa pandangan dunia tidak mewakili suatu keyakinan tertentu secara khusus, dan kata ideologi juga tidak mewakili secara hukum suatu aliran (pemikiran) tertentu. Dan adakalanya pula istilah ideologi digunakan dengan makna yang identik dengan istilah pandangan dunia.
Pandangan Dunia Ilahi dan Materi
Di
antara manusia dapat ditemukan berbagai jenis pandangan dunia. Namun, secara
umum kita dapat membaginya ke dalam dua kategori; keimanan kepada sesuatu yang
berada di balik alam konkret dan
pengingkaran terhadapnya.
Alhasil,
pandangan dunia dapat dibagi ke dalam dua jenis. Pertama, pandangan dunia
ilahiah; yakni keyakinan tentang adanya
Tuhan. Keyakinan ini eksis sebagai agama yang meniscyakan adanya dikotomi;
ketauhidan dan kesyirikan.
Adapun
berkenaan dengan faktor penyebab munculnya beragam agama di tengah masyarakat
manusia, para ahli agama memiliki
pandangan yang beragam. Adapun sekaitan dengan pandangan sunia Islam yang dapat ditinjau dari pelbagai
referensinya yang berkenaan dengannya adalah; bahwa agama
ini lahir bersamaan dengan
lahirnya manusia.
Manusia
yang pertama kali menempati alam dunia
ini adalah Adam as, yang diyakini
sebagai nabi pertama yang mengajak
pada ketauhidan. Sedangkan agama-agama
berbau kemusyrikan muncul dari penyelewengan
dan hawa nafsu manusia, baik secara
perorangan maupun komunal. Dan
agama tauhid adalah agama sebenarnya yang datang dari langit, dengan didasari
tiga keyakinan:
Ø Keyakinan
terhadap keesaan Tuhan.
Ø Keyakinan
terhadap kehidupan abadi manusia di hari akhirat serta adanya balasan terhadap
segenap perbuatan manusia di dunia.
Ø Keyakinan
terhadap utusan Allah Swt untuk mengantarkan manusia kepada hidayah kesempurnaan dan kebahagiaan dunia
dan akhirat.
Kedua,
pandangan dunia materi. Dulu kelompok yang menganut pandangan dunia ini disebut
dengan (tabi’i atau dahry). Sedangkan
pada masa ini, mereka dikenal dengan sebutan kaum materialis (mabdi).
Materialisme sebagai mazhab pemikiran yang dianut mereka memiliki banyak varian. Yang paling masyhur pada zaman ini
adalah Materialisme Dialektika, sebagaimana yang terkandung dalam mazhab
filsafat Marxisme.
Menganut Pandangan Dunia
Sewaktu manusia berbicara tentang problema pandangan dunia dan pengenalan terhadap dasar-dasar agama, maka pertanyaan yang harus pertama kali disampaikan adalah:
Apakah jalan yang harus ditempuh demi meluruskan pandangan dunia dan ideologi? Apakah jalan pengenalan itu? Dan apakah juklak (petunjuki pelaksanaan) yang harus digunakan demi mencapai jalan pengenalan tersebut?
Bidang yang membicarakan masalah di atas secara mendetail tercantum dalam pembahasan filsafat epistimologi, yang membahas tentang berbagai macam makrifat manusia dan pendukungnya. Tetapi di sini, kami secara global akan menyebutkan empat bentuk pandangan:
Pandangan dunia sains yang dirumuskan berdasarkan eksperimen yang bersifat pasti tetapi tidak dapat di gunakan untuk mengenali apapun yang akan datang.
Ø Pandangan
dunia filsafat/akal yang diformulasikan lewat bangunan argumenasi, bersifat
universal, serta meliputi masa lampau dan masa yang akan datang.
Ø Pandangan
dunia agama yang diperoleh lewat
berita-berita yang diyakini dan
disyiarkan.
Ø Pandangan
dunia syuhudi, diperoleh lewat makrifat
hudhur (pengetahuan yang diperoleh tanpa memerlukan perantara, dan
kebenarannya bersifat pasti).
Dalam
hal ini, akal merupakan satu-satunya
jalan terbaik bagi kita dalam merumuskan dan menganut pandangan dunia.
Ini mengingat karakteristiknya bersifat universal dan mencakup seluruh
permasalahan yang menyangkut kebutuhan manusiawi.
Sedangkan
pandangan dunia agama hanya dapat diyakini
apabila sebelumnya kita telah memiliki konsepsi akal tentangnya.
Pandangan
dunia syuhudi merupakan pandangan dunia
yang bertumpu pada ilmu hudhuri
yang bersumber dari kekuatan dan kepekaan jiwa manusia. Ini dicapai
lewat mujahadah yang tentunya tidak
semua orang sulit mampu melakukannya. Dengan kata lain, hanya orang-orang tertentu saja yang mampu melakukannya.
Adapun
pandangan dunia yang dilandasi sains (ilmu pengetahuan) tidak mencakup seluruh
permasalahan manusiawi. Ia hanya berbicara tentang apa yang ada dan terjadi
sekarang. Pendeknya, rumus pandangan dunia sains tidak mempersoalkan awal dan
akhir perjalanan hidup manusia.
Akal sebagai Titik Kesempurnaan Manusia
“Orang
berakal terasa dekat dalam pengasingannya, dan orang bodoh akan merasa asing sekalipun berada
dalam negerinya,” demikian ungkapan bijak Imam Ali bin Abi Thalib.
Dunia
merupakan tempat umat manusia berjuang demi meraih kebahagiaan hidupnya.
Sebagai makhluk, manusia tak akan
terlepas dari kejaran musibah dan
kematian yang berlaku di dalamnya.
Manusia berbeda
dengan makhluk lainnya. Faktor pembedanya adalah tuntutan akal yang
menjadikan manusia belajar dari
contoh kehidupan manusia terdahulu demi merencanakan kehidupan
di masa datang.
Berkenaan
dengan bencana dan malapetaka, manusia bukan hanya menghindarinya, melainkan
juga akan menyusun rencana dan
mengerahkan upayanya demi mencegahnya. Manusia tak hanya mencari keuntungan pada hari ini. Melainkan
juga akan menjadikan keuntungan yang diperoleh pada hari ini sebagai modal
untuk mendulang keuntungan di hari esok.
Manusia
juga tidak hanya menyelamatkan diri dan
anaknya saat rumahnya terbakar. Tetapi juga berusaha memadamkan api yang
melahap rumah dan hartanya. Keistimewaan manusia terletak pada naluri
keingintahuannya. Naluri ini bukan hanya
diorientasikan pada nilai-nilai material belaka. Melainkan lebih dari sekadar itu. Dengan adanya naluri
tersebut, manusia ingin tahu asal-usulnya, seraya mempertanyakan bagaimana
mereka eksis di muka bumi ini, untuk tujuan apa, mengapa manusia atau makhluk
hidup (biotik) lainnya harus mengalami kematian, bagaimana seharusnya mengisi
kehidupan ini, serta bagaimana mencapai jalan keselamatan serta terhindar dari
kesesatan.
Semakin
kukuh dan komprehensif jawaban yang diperoleh atas rangkaian pertanyaan di atas, semakin luas
pula wawasan dan pemahaman manusia, yang pada gilirannya menjadikan bobot
kemanusiaan dirinya semakin bernilai dan berkualitas.
Musuh Manusia adalah Dirinya Sendiri
Disebutkan
dalam banyak ayat ataupun riwayat bahwa musuh utama manusia adalah dirinya sendiri. Ini lantaran
manusia bergerak dan beraktivitas sesuai dengan kehendaknya; bukan laksana
robot yang diprogram sesuai dengan kehendak selainnya. Meskipun kehendak
manusia banyak dipengaruhi selainnya,
namun keputusan akhirnya tetap saja bergantung pada kehendak manusia itu
sendiri. Ciri khas perbuatan dengan satu kehendak adalah adanya tujuan dari
kehendak tersebut.
Baik-buruknya
suatu kehendak ditentukan oleh baik-buruknya tujuan yang dipatoknya tersebut. Sehingga kadar baik
dan buruknya amat ditentukan oleh lurus-tidaknya tujuan dan keberadaannya di
alam kehidupan ini.
Dalam
hal ini, perlu diperjelas mengapa dan untuk apa mereka hidup? Apa yang terjadi
setelah kematian? Piciknya tujuan yang dicanangkan akan
mengakibatkan manusia hidup dalam dalam
lingkup kegelapan yang menyesatkan. Lebih lagi, akan menjadikannya hidup tanpa
memiliki kepastian apapun.
Allah
Swt adalah wali bagi orang-orang yang beriman. Dia akan senantiasa mengeluarkan
orang-orang yang beriman dari kepungan kegelapan menuju cahaya. Dan wali
orang-orang kafir adalah thagut, yang mengeluarkan mereka dari cahaya menuju
kegelapan nan gulita. []
0 komentar:
Posting Komentar