Botox adalah racun hasil mikroba
Clostridium botulinum, yang biasanya ditemukan pada makanan kaleng yang rudah
rusak. Botox ini sudah dikenal sejak lebih dari satu abad lalu. Dalam tiga
dekade terakhir, orang mengeksplorasi potensi racun itu untuk obat. Pada
prinsipnya, botox ini dapa melumpuhkan sistem penyampaian pesan didalam tubuh
sehingga menghalangi kontraksi otot. Racun ini dapat melumpuhkan dan bahkan
mematikan. Namun, pada dosis yang sangat rendah, botox ini dapat dipakai untuk
mengendurkan otot yang tegang. Relaksasi otot juga membantu menghilangkan
keriput, terutama diwajah sehingga botox pun laris sebagai obat awet muda. The
Asian Wall Streer Journal (April 2002) melaporkan penjualan botox tahun 2001
mencapai 309,5 juta dolar AS (sekitar Rp 2.847 milyar), yang sepertiganya
digunakan untuk kecantikan. Dijakarta sudah banyak dokter kulit yang
menggunakan botox untuk terapi wajah.
Tahun 1989, FDA menyetujui terapi
botox. Jika diinjeksikan keotak yang sedang berkonsetrasi, botox akan terikat
pada ujung Neuromuskular dan mengganggu pelepasan asetilkolin sehingga
menghambat kotraksi otot. Dalam kecantikan, botox digunakan untuk menghilangkan
keriput sudut mata, di antara alis, dan dahi. Botox juga dapat digunakan untuk
menghilangkan lipatan dalam leher. Bahkan, racun ini juga dapat mencegah
produksi keringat berlebihan. Aplikasi botox dalam medis ini juga tidak kalah
banyak. Penderita stroke dengan gangguan motorik dapat diatasi dengan terapi
botox. Botox digunakan untuk terapi cerebral palsy (CP) dan menghilangkan sakit
kepala seeprti migrain. Botox yang diinjeksikan di dahi tidak hanya merelaksasi
otot, tetapi diduga menghambat pembebasan Neurotransmiter yang berhubungan
dengan rasa sakit.
Efek botox tergantung pada dosis dan
bersifat temporer. Sel saraf dapat balik kembali menghasilkan asetilkolin
setelah tiga bulan. Terapi botox ini biasanya berlangsung 10 sampai 15 menit.
FDA menganjurkan injeksi botox tidak lebih dari selang tiga bulan dengnan dosis
efetif yang paling rendah. Terapi botox harus dilakukan dengan sangat hati-hati
dan terkontrol karena kelainan dapat menyebabkan difusi botox dan berdampak
fatal. Efeksamping yang dapat terjadi adalah sakit kepala, infeksi saluran
pernapasan, dan gejala influenza sebagai reaksi alergi. Ada kemungkinan terbentuknya
antibodi terhadap botox sehingga pasien kebal pada terapi berikutnya. Saat ini
biaya terapi botox sekitar enam juta rupiah dirasa sangat mahal bagi sbagian
besar masyarakat. Jika botox diproduksi di dalam negeri, maka biayanya mungkin
akan turun sehingga dapat dijangkau oleh banyak pasien cacat mental maupun
stroke. Jadi, tidak sekadar untuk awet muda saja.
0 komentar:
Posting Komentar