Tugas : Kelompok
Mata Kuliah : Landasan Pendidikan
Dosen : Prof. Dr. Patta Bundu, M.Ed
Makalah Konstruktivistik"
OLEH:
KELOMPOK 2
1.
ARDIANSYAH
(13B13021)
2.
RIZKI
AMALIA NUR (13B13006)
3.
NURASNI
SIDE (13B13008)
4.
HERLINA TANGNGA (13B13012)
PROGRAM PASCA SARJANA PENDIDIKAN BIOLOGI
UNIVERSITAS
NEGERI MAKASSAR
2013
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan kebutuhan semua orang, manusia
sejak lahir sudah diwajibkan untuk menuntut ilmu bahkan sampai keliang
lahat. Hal ini sudah ditegaskan oleh Rasulullah SAW ratusan tahun yang lalu. Ini
sebagai bukti bahwa pendidikan itu merupakan satu cara bagaimana suapaya
manusia dapat hidup dengan baik, baik di dunia maupun kelak di kemudian hari.
Begitu pentingnya pendidikan ini sehingga semua negara di dunia ini melakukan
pendidikan sebagai wujud keperduliannya terhadap pentingnya pengembangan
pendidikan untuk peningkatan ilmu pengetahuan.
Dalam kegiatan pembelajaran tersebut sudah tentu
mempunyai tujuan yang ingin dicapai, sehinggaproses pendidikan tersebut
berajalan dan terarah sesuai dengan apa yang diharapkan oleh tujuan pendidikan
tersebut seperti untuk mengembangkan kepribadian siswa yang berkaitan dengan
pengembangan sikap,nilai, norma, dan moral yang menjadi anutan bagi setiap
siswa. (Hasan, 1996: 98)
Jadi tujuan dalam kegiatan pembelajaran itu sangat
penting sehingga dalam proses pembelajaran jangan sampai tidak terkait
antara tujuan pembelajaran dengan proses pembelajaran karena akan mengakibatkan
proses pembelajaran akan ditentukan oleh buku. Dengan hal ini tujuan dari
pengajaran tidak jelas, dan akan mengakibatkan kesulitan bagi guru untuk
mengembangkan satu pendekatan dan program pendidikan yang bisa menunjang proses
belajar-mengajar. (Sumantri, 2001: 259)
Pendidikan yang begitu penting untuk menjadikan
manusia lebih baik, lebih beradab dan lebih sejahtera ini menjadi salah satu
kebutuhan dasar bagai setiap orang. Di setiap negara pendidikan itu dilakukan
dengan berbagai cara dan metode untuk mencapai tujuan yang ingin di capai oleh
setiap negara, dalam mencapai tujuan setiap Negara yang sangat
berpariasi/berbeda satu negara dan negara yang lain maka lahir berbagai
pendekatan dan model pembelajaran. Di Indonesia pendidikan itu menjadi tanggung
jawab oleh negara sehingga setiap warga negara berhak untuk mendapatkan
pendidikan yang layak.
Salah satu pendekatan pembelajaran yang sangat beragam
tersebut adalah pengembagan pendekatan pembelajaran konstruktivisme, pedekatan
pembelajran ini merupakan salah satu bagain dari model pembelajaran CTL (Constektual
Teaching and Learning). Pada pendekatan konstruktivisme ini merubah paradigma
lama yang mengatakan bahwa pendidikan itu adalah teacher centre (berpusat pada guru) menjadi student centre (berpusat pada murid), dengan perubahan paradigma
ini tentuk berdampak sangat bersar bagai guru dan murid baik cara belajar
maupun cara mengajar sehingga apa yang menjadi nafas pembelajaran kontektual
tersebut akan dapat di laksanakan/tercapai.
Pada makalah ini akan kita bahas lebih mendalam
tentang pendekatan pembelajaran konstruktivisme namun lebih dahulu penulis akan
memberikan pengertian tentang apakah pengertian mengajar dan
pembelajaran, mengajar merupakan bagian dari proses pendidikan, sedangkan
pembelajaran adalah merupakan proses interakasi yang dilakukan oleh guru
dan siswa, baik di dalam maupun di luar kelas. (Poedjadi, 2005:74)
Pendekatan yang lebih menonjolkan keaktifan dan
kreatifitas siswa dalam menemukan dan melakukan sesuatu, akan memberikan
pengetahuan dan pengalaman belajar yang luar biasa dan sangat berharga dan
tentu akan memberikan kesan yang sangat berbeda dalam diri siswa
tersebut. Dengan menggunakan pendekatan konstruktivisme ini akan membawa
siswa larut dalam rasa keingintahuan disebabkan karena mereka sendiri yang akan
menemukan dan mencari serta yang akan membangun pengetahuan mereka
sendiri. Belajar untuk tau dan belajar untuk berbuat akan membuat siswa
menjalani belajar dengan lebih enak dan tentu mereka akan menambah pengetahuan
dan keterampilannya yang sudah tertanam kedalam otaknya.
Pada proses belajar dan pembelajaran apapun model dan
strateginya tiada lain tujuannya adalah untuk memanusiakan diri seseorang
yakni belajar untuk menjadi. Salah satu tujuan pembelajaran kontektual akan
membicarakan bagaimana siswa menjadi seseorang yang akrab dengan lingkungan
dimana, apa dan siapa dirinya (Sa’ud 2008;162)
Untuk meningkatakan hasil belajar yang maksimal maka
pemerintah sebagai penaggung jawab pendidikan selalu berupaya untuk
meningkatkan mutu pendidikan dengan berbagai upaya dan trik sehingga tujuan pendidikan
nasional akan dapat tercapai baik IMTAK dan IPTEK nya yang terintegrasi dalam
kebudayaan dan kehidupan sehari-hari.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan
masalah yang penulis angkat dari makalah ini antara lain:
1.
Bagaimana pandangan para ahli
tentang pendekatan konstruktivisme?
2.
Bagaimanakah implementasi pendekatan
konstruktivisme dalam pembelajaran?
3.
Apa kelebihan dan kekurangan
pendekatan konstruktivisme?
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari
pembuatan makalah ini adalah:
1.
Untuk mengetahui pandangan
para ahli tentang pendekatan konstruktivisme
2.
Untuk mengetahui bentuk
implementasi pendekatan konstruktivisme dalam pembelajaran.
3.
Untuk mengetahui kelebihan dan
kekurangan pendekatan konstruktivisme.
D. Manfaat
Sebagai bahan pertimbangan bagi guru untuk penerapan
pendekatan pembelajaran dalam proses belajar mengajar.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Pendekatan Pembelajaran Konstruktivisme
Teori
belajar pada dasarnya merupakan penjelasan mengenai bagaimana terjadi belajar
atau bagaimana informasi diperoses di dalam pikiran siswa itu. Berdasarkan
satu teori belajar, diharapkan suatu pembelajaran dapat lebih
meningkatkan perolehan nilai siswa sebagai hasil belajar. (Trianto 2007: 12)
Dengan teori
belajar tentu yang akan diharapkan bagaimana supaya siswa dapat meningkatkan
hasil belajar dan guru akan semakin mudah memberikan penjelasan kepada siswa
tentang materi-materi pelajaran yang selama ini mungkin dirasakan sulit untuk
di cerna oleh siswa.
Gagne’
seperti yang dikutip Mariana dalam Trianto (2009:25) menyatakan untuk terjadi
proses belajar dalam diri siswa diperlukan kondisi belajar, baik kondisi
internal maupun kondisi eksternal. Kondisi internal merupakan peningkatan memori siswa sebagai hasil
belajar terdahulu. Memori siswa yang terdahulu merupakan komponen
kemampuan yang baru dan ditempatkannya bersama-sama. Kondisi eksternal
merupakan aspek atau benda yang dirancang atau ditata dalam suatu pembelajaran.
Sebagai hasil belajar, Gagne seperti yang dikutip Mariana dalam Trianto
(2007: 12) mengatakan dalam lima kelompok yaitu:
1.
Intelektual
skill.
2.
Cognitive
Strategy.
3.
Verbal
invormation,
4.
Motor skill
5.
Attitude.
Gagne lebih lanjut menekankan pentingnya kondisi
internal dan kondisi eksternal dalam suatu pembelajaran, agar siswa
memperoleh hasil belajar yang diharapkan.Dengan demikian, sebaiknya
memperhatikan, atau menata pembelajaran yang memungkinkan mengaktifkan memori
siswa yang sesuai agar informasi yang baru dapat dipahaminya. Kondisi ekstenal
bertujuan anatara lain merangsang ingatan setiap siswa,
penginformasian tujuan pembelajaran dengan baik, membimbing belajar
materi yang baru, memberikan kesempatan kepada siswa
menghubungkannya dengan informasi baru, baik yang didapat dari lingkungan maupun
hasi belajar di sekolah sebelumnya.
Pendekatan
pembelajaran konstruktivisme adalah salah satu pandangan tentang proses
pembelajaran yang menyatakan bahwa dalam proses belajar (perolehan pengetahuan)
diawali dengan terjadinya konflik kognitif. Konflik kognitif ini hanya dapat diatasi
melalui pengetahuan yang dibangun sendiri oleh anak melalui pengalamannya dari
hasil interaksi dengan lingkungannya. Hal ini senada dengan apa yang dikatakana
(Salvin dalam Trianto, 2007:13) yaitu teori konstruktivisme yang menyatakan
bahwa dalam proses belajar mengajar siswa harus menemukan sendiri dan
mentranspormasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru
dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak
sesuai. Bagi siswa untuk lebih memahami dan mengerti sesuatu materi
pelajaran diupayakan agar siswa itu mencari solusi sendiri bila pelajaran
tersebut masih membutuhkan pemecahan.
Menurut Mc.
Brien dan Brandt dalam (Siroj, 1997: 20), konstruktivisme adalah suatu
pendekatan pengajaran berdasarkan kepada penyelidikan tentang bagaimana manusia
belajar. Setiap individu membina pengetahuan dan bukan hanya
menerima pengetahuan dari orang lain. Pengetahuan dibina/didapat
secara aktif oleh individu yang yang berpikir berdasarkan
pengetahuan dan pengalaman yang tersedia. Dalam proses ini, pelajar akan menyesuaikan
pengetahuan yang diterima dengan pengetahuan yang telah dimilikinya
untuk membina pengetahuan baru dalam otaknya.
Konstruktivisme
yang dikembangkan oleh Piaget dikenal pula sebagai konstruktivisme
kognitif (Personal konstruktivisme), dengan menitik beratkan bahwa pengetahuan
dapat dibangun antara lain dengan membaca, menelusuri, dan melakukan eksperimen
terhadap lingkungan. Di samping intraksi dengan lingkungan, kesiapan
mental dan perkembangan kognitif ikut berperan dalam mengkonstruksi dan
merekonstruksi pengetahuan.
Konflik
kognitif tersebut terjadi saat interaksi antara konsepsi awal yang telah
dimiliki siswa dengan fenomena baru yang dapat diintegrasikan begitu saja,
sehingga diperlukan perubahan/modifikasi struktur kognitif untuk mencapai
keseimbangan, peristiwa ini akan terjadi secara berkelanjutan, selama siswa
menerima pengetahuan baru.
Perolehan
pengetahuan siswa diawali dengan diadopsinya hal baru sebagai hasil interaksi
dengan lingkungannya, kemudian hal baru tersebut dibandingkan dengan konsepsi
awal yang telah dimiliki sebelumnya. Jika hal baru tersebut tidak sesuai dengan
konsepsi awal siswa, maka akan terjadi konflik kognitif yang mengakibatkan
adanya ketidakseimbangan dalam struktur kognisinya. Pada kondisi ini diperlukan
alternatif strategi lain untuk mengatasinya.
Berdasarkan
pandangan tersebut, dapat disimpulkan bahwa pendekatan konstruktivisme dalam
pembelajaran adalah suatu proses belajar mengajar dimana siswa sendiri aktif
secara mental, membangun pengetahuannya, yang dilandasi oleh struktur kognitif
yang dimilikinya. Guru lebih berperan sebagai fasilitator dan mediator
pembelajaran. Penekanan tentang belajar dan mengajar lebih berfokus terhadap
suksesnya siswa mengorganisasi pengalaman mereka.
B.
Paradigma
Pendekatan Konstruktivisme
Dalam proses
pembelajaran dituntut adanya proses perubahan dalam pembelajaran, di dalam
proses pembelajarann tersebut harus ada pemberdayaan diri bagi siswa dan pengembangan
potensi-potensi yang dimiliki siswa dengan cara holistic melalui proses
pembelajaran yang dilakukan oleh setiap guru. Dalam pembahasan pembelajaran,
pengkajian yang mendalam tentang paradigma konstruktivisme merupakan suatu
tuntutan dan sekaligus tantangan baru di tengah terjadinya perubahan besar
dalam memahami proses pendidikan dan pembelajaran. Pergeseran paradigma
pembelajaran yang sebelumnya lebih menitik beratkan pada peran guru,
fasilitaor, instruktur yang demikian besar, dalam perjalanannya semakin
bergeser pada pemberdayaan peserta didik atau siswa dalam mengambil
inisiatif dan partisipatif di dalam proses pembelajaran. Pandangan yang
menganggap bahwa pengetahuan sebagai reprensentasi (gambaran/ungkapan)
kenyataan dunia yang terlepas dari pengamat (objektivisme). Pemahaman yang
menganggap bahwa pengetahuan merupakan kumpulan fakta. Namun akhir-akhir ini
berkembang pesat pemikiran, terlebih dalam bidang sains yang mempertahankan
bahwa pengetahuan tidak terlepas dari objek yang sedang belajar (Suparno,
1997: 18) dalam Aunurrahman (2009:15)
Konstruktivisme
merupakan respon terhadap berkembangnya harapan-harapan baru berkaitan dengan
proses pembelajaran yang menginginkan peran aktif siswa dalam
merekayasa dan memprakarsai kegiatan belajar sendiri. Hampir setiap kalangan
yang terlibat dalam mengkaji masalah-masalah pembelajaran mengetahui bahwa
konstruktivisme merupakan paradigam alternatif pembelajaran yang muncul sebagai
akibat revolusi ilmiah yang terjadi beberapa tahun belakangan ini.
Konstruktivisme merupakan satu filsafat pengetahuan yang menekankan
pada pengetahuan kita adalah konstruksi (bentukan) kita sendiri (Von
Glasersfeld dalam Aunurrahman 2009:16)
Pengetahuan
bukanlah suatu tiruan dari kenyataan (realitas). Pengetahuan selalu merupakan
akibat dari konstruksi kognitif melalui kegiatan seseorang. Melalui proses
belajar yang dilakukan, seseorang membentuk skema, katagori, konsep dan
struktur pengetahuan untuk suatu pengetahuan tertentu. Oleh karena itu pengetahuan
adalah hasil konstruksi pengalaman manusia sejauh yang dialaminya. Menurut
Piaget (1971) dalaam Aunurrahman (2009) pembentukan ini tidak pernah mencapai
titik akhir, akan tetapi terus-menerus berkembang setiap kali mengadakan
reorganisasi karena adanya suatu pemahaman yang baru.
Dalam
mencermati realitas kehidupan sehari-hari para konstruktivis mempercayai bahwa
pengetahuan itu ada dalam diri seseorang yang sedang berusahan mengetahui.
Pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari otak seseorang
(guru) ke kepala orang lain (siswa). Siswalah yang akan mengartikan apa yang diajarkan
oleh guru dan disesuaikan dengan pengalaman mereka (Lorsbach dan Tobin , 1992
dalam Aunurrahman 2009:16)
Pengetahuan
yang dimiliki seseorang terkait erat dengan pengalaman-pengalaman. Tanpa
pengalaman seseorang tidak dapat membentuk pengetahuan. Dalam konteks ini
pengalaman tidak hanya diartikan sebagai pengalaman fisik seseorang sebagaimana
kita pahami dalam kehidupan kita sehari-hari. Misalnya pengalaman pernah pergi
ke suatu tempat yang indah, pengalaman mengendarai sepeda motor, melihat
pesawat, dan lain sebagainya. Pengalaman dalam hal ini mencakup pengalaman kognitif
dan mental. Pengetahuan dibentuk oleh struktur penerimaan konsep seseorang
sewaktu ia berinteraksi dengan lingkungan.
C. Implementasi
Konstruktivisme dalam Pembelajaran
Kegiatan
belajar adalah kegiatan yang aktif, dimana siswa membangun sendiri
pengetahuannya. Siswa mencari arti sendiri dari yang mereka pelajari, ini
merupakan proses menyesuaikan konsep-konsep dan ide-ide baru dengan kerangka
berpikir yang telah ada dalam pikiran mereka. Dalam hal ini siswa membentuk
pengetahuan mereka sendiri dan guru membantu sebagai mediator dalam proses
pembentukan itu.
Dalam
pelaksanaan teori belajar konstruktivisme ada beberapa saran yang berkaitan
dengan rancangan pembelajaran yaitu sebagai berikut :
1) Memberikan
kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan pendapatnya dengan bahasa sendiri.
2) Memberi kesempatan
kepada siswa untuk berpikir tentang pengalamannya sehingga lebih kreatif dan
imajinatif.
3) Memberi
kesempatan kepada siswa untuk mencoba gagasan baru.
4) Menggali
pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang telah dimiliki siswa.
5)
Mendorong
siswa untuk memikirkan perubahan gagasan mereka.
6)
Menciptakan
lingkungan yang kondusif.
Dari
berbagai pandangan di atas, bahwa pembelajaran yang mengacu pada pandangan
konstruktivisme lebih memfokuskan pada kesuksesan siswa dalam mengorganisasikan
pengalaman mereka dengan kata lain siswa lebih berpengalaman untuk
mengonstruksikan sendiri pengetahuan mereka melalui asimilasi dan akomodasi.
Dari hasil
eksperimennya, Piaget mengemukakan teori perkembangan mental anak yang
menyatakan terdapat empat tahap perkembangan mental anak (Dahar, 1989: 152)
yaitu :
1.
Tahap
Sensori motor (0-2 tahun)
2.
Tahap
praoperasi (2-7 tahun )
3.
Tahap
operasi kongkrit (7-11 tahun)
4.
Tahap
operasi formal (11-tahun keatas)
Pengikut
aliran konstruktivisme personal yang lain adalah Bruner, bahwa cara terbaik
bagi seseorang untuk memulai belajar konsep dan prinsip adalah dengan
mengkonstruksi sendiri konsep dan prinsip yang dipelajari itu. Kemudian
inti dari belajar adalah dengan cara memakai cara-cara bagaimana orang lain
memilih, mempertahankan, dan mentraspormasikan masalah secara aktif dalam
kegiatan dan perilaku sehari-hari (Dahar, 1989: 112).
Berdasrkan
pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa dalam pembelajaran konstruktivisme,
proses pembangunan pengetahuan dilakukan secara aktif oleh siswa itu
sendiri, sesuai dengan landasan struktur kognitif yang telah dimilikinya, jadi
belajar adalah proses untuk menemukan sesuatu dan bukan suatu
proses untuk menemukan fakta. Dalam hal ini pelajar harus membentuk
pengetahuan sendiri dan guru hanya sebagai mediator dan fasilitator dalam
proses pembentukan pengetahuan itu.
Salah satu
landasan teori pendidikan modern termasuk CTL adalah teori pembelajaran konstruktivisme.
Pendekatan ini pada dasarnya menekankan pentingnya siswa
membangun sendiri pengetahuan mereka lewat keterlibatan aktif proses belajar
mengajar. Proses belajar mengajar lebih diwarnai student centred daripada teacher
centred. Sebagian besar pada saat kegiatan belajar mengajar berlangsung lebih
ditekankan pada kegiatan siswa sehigga lebih berbasis pada siswa aktif atau
aktivitas siswa lebih diutamakan. Iquiry
based learning dan problem based
learning yang disebut sebagai strategi CTL (University of Washington,
2001) dalam Trianto (2007:106) diwarnai dengan student centred dan aktivitas siswa.
Problem based Learning tersebut
juga sejalan dengan pengajaran Top Down yang lebih dibebankan
kepada pendekatan konstruktivis. Di dalam pengajaran top down ini, siswa mulai
dengan suatu tugas yang kompleks dan autentuik yang akhirnya diharapkan
tugas ini dapat dilakukan siswa.
Ide-ide
konstruktivis modern banyak berlandaskan pada teori Vygotsky yang telah
digunakan untuk menunjang metode pembelajaran yang menekankan pada pembelajaran
Kooperatif, pembelajaran berbasis kegiatan, dan penemuan. Salah satu
prinsip utama yang diturunkan dari teorinya adalah penekanan pada
hakekat sosial dari pembelajaran. Ia mengatakan bahawa siswa belajar dari
interaksi dengan orang dewasa atau teman sebaya yang lebih mampu (Slavin, 2000)
dalam Trianto (2007:107).
Konstruktivisme
merupakan landasan berpikir kontekstual, yaitu bahwa pengetahuan dibangun
oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya di perluas melalui
konsteks yang terbatas. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep,
atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus
mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman
nyata.
Siswa perlu
dibiasakan untuk memecahkan masalah, untuk menemukan sesuatu yang dapat digunakan
bagi kegiatan dalam kehidupannya, serta bergelut dengan ide-ide dan pendapat
orang lain untuk menemukan konteksnya. Kemampuan guru untuk mentrasfer
pengetahuan yang dimilikinya sangat terbatas, hal ini akan sangat mungkin
guru akan mentrasfer apa yang dimilikinya, kepada siswa akan tidak mudah
diterima dan diserap langsung oleh siswa, sehingga siswa itu sediri yang harus
berupaya untuk mengkonstruksikan pengetahuan dibenak mereka sendiri. Esensi
dari teori konstruktivisme adalah siswa itu sendiri harus menemukan dan
mentrasformasikan suatu informasi kompleks ke situasi lain, dan apabila dikehendaki,
informasi itu menjadi milik mereka sendiri.
Dengan dasar ini berarti pembelajaran betul-betul
harus dikemas menjadi proses “mengkonstruksi” bukan menerima pengetahuan. Dalam
proses pembelajaran siswa membangun sendiri pengetahuan mereka melalui
keterlibatan aktif dalam proses belajar dan mengajar. Siswa menjadi pusat
kegiatan bukan guru.
D.
Keuntungan
dan Kelemahan Pendekatan Konstruktivisme
Dalam
penggunaan pendekatan konstruktivisme terdapat keuntungan yaitu:
1.
Dapat
memberikan kemudahan kepada siswa dalam mempelajari konsep.
2.
Melatih
siswa berfikir kritis dan kreatif.
Adapun kelemahan pembelajaran
konstruktivisme adalah :
1. Siswa
mengkonstruksi pengetahuannya sendiri, tidak jarang bahwa hasil konstruksi
siswa tidak cocok dengan hasil konstruksi para ilmuan sehingga menyebabkan
miskonsepsi.
2. Konstruktivisme
menanamkan agar siswa membangun pengetahuannya sendiri, hal ini pasti
membutuhkan waktu yang lama dan setiap siswa memerlukan penanganan yang
berbeda-beda.
3. Situasi dan
kondisi tiap sekolah tidak sama, karena tidak semua sekolah memiliki sarana dan
prasarana yang dapat membantu keaktifan dan kreatifitas siswa.
Esensi dari
teori konstruktivisme adalah ide bahwa siswa harus menemukan dan
mentransformasikan suatu informasi kompleks ke situasi lain dan informasi itu
manjadi milik mereka sendiri. Dengan dasar ini pembelajaran harus dikemas
menjadi proses mengkonstruksi bukan menerima pengetahuan.
Teori
konstruktivisme lahir dari idea Piaget dan Vygotsky. Konstruktivisme adalah suatu
faham bahwa siswa membina sendiri pengetahuan atau konsep secara aktif berasaskan
pengetahuan dan pengalaman sedia ada. Dalam Proses ini, siswa akan menyesuaikan
pengetahuan yang diterima dengan pengetahuan yang sudah ada untuk membina
pengetahuan baru. Mengikut Bruner (1999), pembelajaran secara konstruktivisme
berlaku di mana siswa membina pengetahuan dengan menguji ide dan pendekatan
berasaskan pengetahuan dan pengalaman yang sudah ada, mengimplikasikannya pada
satu situasi baru dan mengintegerasikan pengetahuan baru yang diperoleh dengan
binaan intelektual yang sudah ada dalam dirinya. Manakala mengikut Mc Brien dan
Brandt (1997), konstruktivisme adalah satu pendekatan pembelajaran berasaskan
kepada penelitian tentang bagaimana manusia belajar. Kebanyakan peneliti
berpendapat setiap individu membina pengetahuan dan bukannya hanya menerima
pengetahuan dari orang lain.
Ide dari
teori ini, siswa aktif membangun pengetahuannya sendiri. Pikiran siswa dianggap
sebagai mediator yang menerima masukan dari dunia luar dan menentukan apa yang
akan dipelajari.Menurut Soedjadi, pendekatan konstruktivisme dalam pembelajaran
adalah pendekatan dimana siswa secara individual menemukan dan mengubah suatu
informasi yang kompleks, memeriksa dengan aturan yang ada dan memeriksa kembali
jika perlu. Selain itu, Bell (1993) mengemukakan paham konstruktivisme
memandang siswa datang ke tempat belajar sudah membawa persiapan mental dan
kognitifnya. Artinya, siswa yang datang ke bilik belajar sudah memiliki konsep
awal dari bahan yang akan disiswai, karena mereka mempunyai potensi untuk
pembelajaran mandiri terlebih dahulu dari sumber yang ada atau dari pengalaman
dalam seputar kehidupannya. Dalam hal, ini guru bertindak sebagai penghubung
dan mediator.
Brooks dan
Books (1993) pula menyatakan konstruktivisme berlaku apabila siswa membina
makna tentang dunia dengan mensintesis pengalaman baru pada apa yang mereka
telah faham sebelum ini. Mereka akan membentuk peraturan melalui cerminan
tentang tindak balas mereka dengan objek dan idea. Apabila mereka bertemu
dengan objek, ide atau perkaitan yang tak bermakna pada mereka, maka mereka
akan menginterpretasikan apa yang mereka lihat supaya sesuai dengan peraturan
yang telah dibentuk atau disesuaikan dengan peraturan agar dapat menerangkan
informasi baru. Dalam teori konstruktivisme, penekanan diberikan pada siswa
lebih aktif dari pada guru. Ini dikarenakan siswa yang berhubuungan
langsung dengan bahan dan peristiwa dan memperoleh pemahaman
tentang bahan dan peristiwa tersebut. Justru, siswa membina sendiri konsep dan
membuat penyelesaian kepada masalah.
Dengan
demikian, dapatlah dirumuskan secara keseluruhan pengertian atau maksud
pembelajaran secara konstruktivisme adalah pembelajaran yang berpusatkan pada
siswa. Guru berperanan sebagai penghubung yang membantu siswa membina
pengetahuan dan menyelesaikan masalah. Guru berperanan sebagai pembuat
bentuk bahan pembelajaran yang menyediakan peluang kepada siswa untuk
membina pengetahuan baru. Guru akan mengenal pengetahuan yang ada pada siswa
dan merancang kaedah pembelajarannya dengan sifat asas pengetahuan tersebut.
Pengetahuan yang dimiliki siswa adalah hasil daripada aktiviti yang
dilakukan oleh siswa tersebut dan bukannya pembelajaran yang diterima secara
pasif.
Antara
kelebihan pembelajaran secara konstruktivisme yang boleh dikaitkan dengan
pembelajaran koperatif adalah menelusuri proses berfikir. Dalam proses membina
pengetahuan baru, siswa akan berpikir untuk menyelesaikan masalah, menjana ide
dan membuat keputusan yang bijak dalam menghadapi bebagai kemungkinan dan
cabaran. Antara aktivitas yang boleh dimanfaatkan dari pembelajaran kooperatif
ialah melalui aktivitas membuat penelitian dan penyiasatan seperti mengenal pasti
masalah, mengumpul informasi, memproses data, membuat analisis dan membuat
kesimpulan.
Dalam
membentuk kepahaman siswa, pembelajaran secara pembelajaran kooperatif juga
boleh digunakan untuk siswa paham tentang sesuatu konsep dan ide yang lebih
jelas, apabila mereka terlibat secara langsung dalam pembinaan pengetahuan baru
Metode pembelajaran konstruktivisme
meliputi empat tahapan yaitu :
a. Tahapan
pertama adalah apersepsi, pada tahap ini dilakukan kegiatan menghubungkan
konsepsi awal, mengungkapkan pertanyaan-pertanyaan dari materi sebelumnya yang
merupakan konsep prasyarat. Misalnya: mengapa baling-baling dapat berputar?
b.
Tahap kedua
adalah eksplorasi, pada tahap ini siswa mengungkapkan dugaan sementara
terhadap konsep yang mau dipalajari. Kemudian siswa menggali menyelidiki dan
menemukan sendiri konsep sebagai jawaban dari dugaan sementara yang dikemukakan
pada tahap sebelumnya, melalui manipulasi benda langsung.
c. Tahap
ketiga, diskusi dan penjelasan konsep, pada tahap ini siswa
mengkomunikasikan hasil penyelidikan dan tamuannya, pada tahap ini pula guru
menjadi fasilitator dalam menampung dan membantu siswa membuat kesepakatan
kelas, yaitu setuju atau tidak dengan pendapat kelompok lain serta memotifasi
siswa mengungkapkan alasan dari kesepakatan tersebut melalui kegiatan tanya
jawab.
d. Tahap
keempat, pengembangan dan aplikasi, pada tahap ini guru memberikan
penekanan terhadap konsep-konsep esensial, kamudian siswa membuat kesimpulan
melalui bimbingan guru dan menerapkan pemahaman konseptual yang telah diperoleh
melalui pembelajaran saat itu melalui pengerjaan tugas..
Dari uraian diatas dapat kita tarik kesimpulan bahwa
terdapat beberapa prinsip dasar pembelajaran konstruktivisme, yaitu :
1.
Pengetahuan
dibangun oleh siswa secara aktif.
2.
Tekanan
proses pembelajaran terletak pada siswa
3.
Mengajar
adalah membatu siswa belajar.
4.
Penekanan
pada proses belajar lebih pada proses bukan pada hasil belajar.
5.
Kurikulum
lebih menekankan pada partisipasi siswa.
6.
Guru adalah
fasilitator.
HASIL
DISKUSI
1.
Salah satu
kelemahan pendekatan konstruktivistik adalah tidak semua sekolah memilki sarana
dan prasarana yang dapat mengembangkan kreativitas dan keaktifan siswa. Mengapa
kurikulum 2013 begitu cepat diterapkan, sementara belum ada survey secara
menyeluruh di setiap sekolah?
Jawaban: Inilah salah satu kekurangan kurikulum 2013, tdk adanya
penelitian secara menyeluruh di setiap sekolah yang ada di Indonesia, sementara
setiap sekolah harus menerapkan kurikulum yang sama.
2.
Bagaimana cara
seorang siswa mengkonstruksi pengetahuan yang diperoleh dari guru?
Jawaban: Bila guru mentransfer konsep, ide, dan pengetahuannya tentang
sesuatu kepada siswa, pentransfer itu akan diinterpretasikan dan
dimkonstruksikan oleh siswa sendiri melalui pengalaman dan pengetahuan mereka
sendiri.
3.
Apa yang
dilakukan guru terkait dengan fungsinya hanya sebagai fasilitator untuk
meningkatkan keaktifan siswa?
Jawaban:
Guru dituntut untuk lebih memahami jalan pikiran atau cara pandang siswa dalam
belajar. Guru tidak boleh mengklaim bahwa satu-satunya cara yang tepat adalah yang
sama dan sesuai dengan kemauannya.
0 komentar:
Posting Komentar