Minggu, 23 September 2012

Makam Tolobali


Makam Tolobali terletak satu kilometer ke arah utara Kota Bima, tepatnya di wilayah Tolobali. Terdapat makam beberapa Sultan Bima dan tokoh agama, antara lain :
  • Makam Sultan Abdul Kahir Sirajudin (Ruma Mantau Uma Jati) Sultan Bima II, dilahirkan pada bulan Ramadhan 1038 H (April 1627 M) yang menikah dengan adik dari isteri Sultan Makasar bernama Daeng Sikantu.
  • Makam Sultan Nurudin Abubakar Alisya (Ruma Mawa’a Paju) Sultan Bima III, lahir tanggal 5 Desember 1651 yang beristrikan Daeng Tamemang, saudara Karang Langkese, anaknya Raja Tallo. Deberi gelar Ruma Ma Wa’a Paju karena beliau memadukan payung jabatan raja berwarna kuning yang dikenal dengan Paju Monca.
  • Makam Sultan Jamaluddin (Ruma Ma Wa’a Rowo). Sultan Bima IV, lahir pada tanggal 8 Agustus 1673 M. Diberi gelar Ruma Ma Wa’a Romo karena beliau pAndai becara, tegas dan lantang.
  • Syekh Umar Albantani, ulama besar asal Banten sebagai guru dan penyiar agama Islam di Wilayah Kesultanan Bima.
Untuk menuju Makam Tolobali, dapat dijangkau dengan jalan kaki atau menggunakan Benhur (kereta kuda khas Bima).

Hubungan Darah Bima Bugis Makassar

Arus modernisasi dan demokratisasi disegala bidang kehidupan telah mempengaruhi cara pandang dan cara berpikir seluruh element masyarakat. Hubungan keakrabatan antar etnis dan bahkan hubungan darah sekalipun terpisahkan oleh tembok modernisasi dan demokrasi hari ini. Hubungan keakrabatan dan kekeluargaan yang terjalin selama kurun waktu 1625 – 1819 (194 tahun) pun terputus hingga hari ini. Hubungan kekeluargaan antara dua kesultanan besar dikawasan Timur Indonesia yaitu Kesultanan Gowa dan Kesultanan Bima terjalin sampai pada turunan yang ke- VII. Hubungan ini merupakan perkawinan silang antara Putra Mahkota Kesultanan Bima dan Putri Mahkota Kesultanan Gowa terjalin sampai turunan ke- VI. Sedangkan yang ke- VII adalah pernikahan Putri Mahkota Kesultanan Bima dan Putra Mahkota Kesultanan Gowa. Berikut urutan pernikahan dari silsilah kedua kerajaan ini :
1.    Sultan Abdul Kahir (Sultan Bima I) menikah dengan Daeng Sikontu, Putri Karaeng Kasuarang, yang merupakan adik iparnya Sultan Alauddin pada tahun 1625. dari pernikahan ini melahirkan Sultan Abil Khair (Sultan Bima ke-II)
2.    Sultan Abil Khair (Sultan Bima ke- II) menikah dengan Karaeng Bonto Je'ne. Adalah adik kandung Sultan Hasanuddin, Gowa pada tanggal 13 April 1646. dari pernikahan ini melahirkan Sultan Nuruddin (Sultan Bima ke-III) pada tahun 1651.
3.    Sultan Nuruddin (Sultan Bima ke-III) menikah dengan Daeng Ta Memang anaknya Raja Tallo pada tanggal 7 mei 1684. dari pernikahan tersebut melahirkan Sultan Jamaluddin (Sultan Bima ke-IV)
4.    Sultan Jamaluddin (Sultan Bima ke IV) menikah dengan Fatimah Karaeng Tanatana yang merupakan putri Karaeng Bessei pada tanggal 8 Agustus 1693. dari pernikan tersebut melahirkan Sultan Hasanuddin (sultan Bima ke- V).
5.    Sultan Hasanuddin (Sultan Bima ke- V) menikah dengan Karaeng Bissa Mpole anaknya Karaeng Parang Bone dengan Karaeng Bonto Mate'ne, pada tanggal 12 september 1704. dari pernikahan ini melahirkan Sultan Alaudin Muhammad Syah pada tahun 1707 (Sultan Bima ke- VI)
6.    Sultan Alaudin Muhammad Syah (Sultan Bima ke- VI) menikah dengan Karaeng Tana Sanga Mamonca Raji putrinya sultan Gowa yaitu Sultan Sirajuddin pada tahun 1727. pernikahan ini melahirkan Kumala Bumi Pertiga dan Abdul Kadim yang kemudian diangkat menjadi Sultan Bima ke- VII pada tahun 1747. ketika itu beliau baru berumur 13 tahun. Kumala Bumi Pertiga putrinya Sultan Alauddin Muhammad Syah dengan Karaeng Tana Sanga Mamonca Raji ini kemudian menikah dengan Abdul Kudus Putra Sultan Gowa pada tahun 1747. dan dari pernikahan ini melahirkan Amas Madina Batara Gowa ke-II. Sementara Sultan Abdul Kadim yang lahir pada tahun 1729 dari pernikahan dari pernikahannya melahirkan Sultan Abdul Hamid (Sultan Bima ke- VIII). Sultan Abdul Hamid (La Hami) dilahirkan pada tahun 1762 kemudian diangkat menjadi sultan Bima tahun 1773.
7.    Sultan Abdul Kadim (Sultan Bima ke- VII) dari pernikahannya (Istrinya tidak terlacak oleh dalam referensi sejarah yang kami baca- mohon Maaf) melahirkan Sultan Abdul Hamid pada tahun 1762 dan Sultan Abdul Hamid diangkat menjadi Sultan Bima ke- VIII pada tahun 1773.
8.    Sultan Abdul Hamid (Sultan Bima ke- VIII) dari pernikahannya (Istrinya tidak terlacak oleh dalam referensi sejarah yang kami baca- Mohon Maaf) melahirkan Sultan Ismail pada tahun 1795. ketika sultan Abdul Hamid meninggal dunia pada tahun 1819, pada tahun ini juga Sultan Ismail diangkat menjadi Sultan Bima ke- IX
9.    Sultan Ismail (Sultan Bima ke- IX) dari pernikahannya (Istrinya tidak terlacak oleh dalam referensi sejarah yang kami baca- Mohon Maaf) melahirkan sultan Abdullah pada tahun 1827
10. Sultan Abdullah (Sultan Bima ke- X) menikah dengan Sitti Saleha Bumi Pertiga, putrinya Tureli Belo. Dari pernikahan ini abdul Aziz dan Sultan Ibrahim.
11. Sultan Ibrahim (Sultan Bima ke- XI) dari pernikahannya melahirkan Sultan Salahuddin yang kemudian diangkat menjadi Sultan Bima ke- XII pada tahun 1888 dan memimpin kesultanan hingga tahun 1917.
12. Sultan Salahuddin (Sultan Bima ke- XII) sebagai Sultan Bima terakhir dari pernikahannya melahirkan Abdul Kahir II (Ama Ka'u Kahi) yang biasa dipanggil dengan Putra Kahi dan St Maryam Rahman (Ina Ka'u Mari). Putra Kahir ini kemudian Menikah dengan Putri dari Keturunan Raja Banten (Saudari Kandung Bapak Ekky Syachruddin) dan dari pernikahannya melahirkan Bapak Fery Zulkarnae.
Sangat Ironi memang jika pada hari ini generasi baru dari kedua Kesultanan Besar ini kemudian tidak saling kenal satu sama lain. Bahkan pada zaman kerajaan, pertumbuhan dan perkembangan penduduk Gowa dan Bima merupakan Etnis yang tidak bisa dipisahkan dan bahkan masyarakat Gowa pada umumnya tidak bisa dipisahkan dengan Etnis Bima (Mbojo) sebagai salah satu Etnis terpenting dalam perkembangan kekuatan kerajaan Gowa. Dari catatan sejarah yang dapat dikumpulkan dan dianalisa, hubungan kekeluargaan antara kedua kesultanan tersebut berjalan sampai pada keturunan ke- IX dari masing-masing kesultanan, dan jika dihitung hal ini berjalan selama 194 tahun. Dari data yang berhasil dikumpulkan, dapat disimpulkan bahwa hubungan kesultanan Bima dan Gowa dengan pendekatan kekeluargaan (Darah) terjalin sampai pada tahun 1819. Analisa ini berawal dari pemikiran bahwa ada hubungan darah yang masih dekat antara Amas Madina Batara Gowa Ke- II anaknya Kumala Bumi Pertiga dengan Sultan Abdul Hamid (Sultan Bima ke- VIII). Karena keduanya masih merupakan saudara sepupu satu kali. Bahkan ada kemungkinan yang lebih lama lagi hubungan ini terjalin. Yaitu ketika Sultan Abdul Hamid meninggal pada tahun 1819 dan pada tahun itu juga langsung digantikan oleh putra mahkotanya yaitu Sultan Ismail sebagai sultan Bima ke- IX. Karena Sultan Ismail ini kalau dilihat keturunannya masih merupakan kemenakan langsungnya Amas Madina Batara Gowa Ke- II, jadi hubungan ini ternyata berjalan kurang lebih 194 tahun.
Pada beberapa catatan yang kami temukan, bahwa pernikahan Salah satu Keturunan Sultan Ibrahim (Sultan Bima ke- XI) masih terjadi dengan keturunan Sultan Gowa. Sebab pada tahun 1900 (pada kepemimpinan Sultan Ibrahim), terjadi acara melamar oleh Kesultanan Bima ke Kesultanan Gowa. Mahar pada lamaran tersebut adalah Tanah Manggarai. Sebab Manggarai dikuasai oleh kesultanan Bima sejak abad 17. Namun, pada catatan sejarah tersebut tidak tercatat secara jelas.

KUDA SEBAGAI LAMBANG KEBANGGAAN MASYARAKAT BIMA

-->
Akhir pekan ini membuat aku jadi teringat akan masa-masa SMA dulu, waktu itu kami memiliki sebuah geng, maklum waktu SMA lagi asyik-asyiknya berkumpul sama teman, tidak sedikitpun memiliki beban tugas apapun, sakin seringnya kami berkumpul setiap istrahat dan pulang sekolah akhirnya kami berjumlahkan 5 orang sepakat membuat sebuah geng yang bernama “The Wumen” sebuah geng ya ng sangat hebo waktu itu, dimana yang 5 orang tersebut bernama “Ardiansyah (Thomy), Abdul Hakim (Okhen), Syahrul (Bargon), Abdul Munir (Munir) Abdul Garuf (Fanta), keempat sahabatku itu sudah jadi orang sukses semua, saya jie yang masih dalam Proses, sampai saat ini mereka belum ada kabarnya, entah kemana mereka pergi aku tidak tahu, pengensih ketemuan sama mereka, tapi gimana caranya, emang masa SMA tidak bisa dilupakan, masa SMA akan trus teringat  selalu, waktu itu seakan-akan baru kemarin, ingan rasanya diri ini kembali kemasa tersebut, Tapi semua itu hanyalah tinggal kenangan yang indah, hmmm SMAAA SMAAA, membuat saya terharu menceritakannya. Dari pada saya bersedih mending saya menulis tentaaannngg, tentang  apa yaa, tentang apa aja boleeh *IIH LEBAY THE*, ohx tentang KUDA aja the,,
KUDA SEBAGAI LAMBANG KEBANGGAAN MASYARAKAT BIMA
Siapa yang tidak kenal dengan kuda, salah satu hewan ternak yang gagah dan pemberani serta kuaaat sekali, sakin kuatnya kuda tersebut pada zaman dulu kuda ini dipergunakan sebagai tunggangan untuk perang melawan belanda, disamping itu kuda tersebut larinya sangat kencang,,wooh hebatkan para pemirsa. Pada zama kesultan Bima kuda sangat berjasa, karena pada waktu itu pemirsa tidak ada kendaraan modern seperti saat sekarang ini, masyarakat bima pada zaman kesultanan Bima hanya menggunakan jasa kuda sebagai alat transportasi untuk memperlancar jalan perekonomian di kesultanan bima, dan pada saat itu keberadaan KUDA sangat didukung oleh keadaan tempat didaerah kekuasaan kesultanan Bima, karena Hamparan rerumputan yang sangat luas dan menghijau, bukan cuman kuda saja yang hidup didaerah tersebut, tapi masih banyak hewan ternak yang lainnya. Sakin berjasanya KUDA dizaman tersebut, akhirnya masyarakat bima menempatkan diposisi yang paling tengan didalam Lambang Kab. Bima, sebagai salah satu penghormatan kepada KUDA terhadap jasa-jasanya, bukan cuma itu, setiap sekali dalam setahun Bupati Bima mengadakan Pacuan kuda sebagai hiburan buat masyarakat Bima yang hobi dengan pacuan kuda, dan salain itu juga masyarakat bima mengabadikan KUDA tersebut menjadi patung kuda yang berukuran sangat besar dan tinggi, patung kuda tersebut mengangkat kedua kakinya yang depan yang mendadakan bahwa dia selalu siap dan siaga digunakan kapan saja, patung kuda tersebut bercatkan berwarna putih bersih, yang melambangkan kesucian dan keikhlasan hati kuda kuda tersebut, ohx sekedar informasi buat pemirsan, patung kuda tersebut terletak dipinggiran Lapangan Merdeka Kota Bima, pas berada dijantung Kota Bima, bagi pemirsa yang berminat untuk berkunjung kesana, silahkan aja tidak dipungut biaya ko’, alias gratiiiiss,,

Jumat, 21 September 2012

Mene Adalah Panggilan Untuk Ibuku

Ditengah keheningan malam, aku tidak tahu apa yangku perbuat,, ingin rasanya mata ini kupejamkan waulau sekejap saja untuk melepaskan rasa lelah, itu semua percuma,,hmmmm aku jadi malas tech,,ko' bisa-bisanya mata tidak bisa terpejam padahal kalo malam kan waktunya untuk istrahat,,malam semakin larut...aku trus terjaga didepan layar komputerku, dengan mengotak-atik seluruh isi komputerku sambil menunggu kapan waktunya mata bisa terpejam...disaat itu aku menemukan sepenggal karya yang ditulis oleh Sepupuhku Ernila, aku sangat terharu membacanya, sebuah karya yang menyentuh hatiku, dan akhirnya aku berniat untuk mengabadikannya di Bloger Ku,, karya tersebut berjudul "Mene Adalah Panggilan Untuk Ibuku" Persembahan Terbaik dari Ernila

  Oleh : Ernila Muhammad
Sepi  hati ini tiada ku tau apa  yang harus ku lewati ....
Jalan setapak yang ku lalui kini tiada arah untuk ku, bagaimana hati berlabuh dan untuk siapa ?
 Meneee ..... ni la kangen dengan kelembutan hati mu ...
Maafkan segala apa yang nila perbuaaaaaaaaat,,,,
Nila sadar banyak kesalah yang nila buat ....
Tanpa anakmu hiraukan perkataan bahkan nasehat yang  padahal itu hanya untuk diriku sendri
Tlah banyak dosa yang ku perbuat dan kulakukan ...........
Hatimu yang lembut selembut sutra mungkin tidak akan mampu ku ikuti dan ku jalankan tanpa ada rasa keikhlasan mungkin aku bukan anak yang bisa engkau banggakan, tapi aku akan berusaha untukmu
Dan  kelak akan menjadi seperti drimu....
Meneeee.......kapan aku bisa panggil engkau dengan sebutan ibu seperti orang lain yang selalu memanggil orang yang melahirkannya dengan sebutan IBU.........
Berdosakah jika aku memanggilmu dengan sebutan yang berbeda dengan anak2 pada umumnya....????????????? tapi jika memang itu berdosa kenapa engkau tidak pernah menegur kami...........??????????????
Sosokmu yang begitu berkesan bagiku dan akan abadi dalam sanubariku walaupun aku tidak bisa memanggilmu dengan sebutan ibu seperti yang lainnya..............

Aku sayang engkau wahai ratu di hatiku.................
Engkau sosok yang tak tergantikan bagi kami .......
Hormat kami anak2 mu yang selalu merindukan dan menyayangimu............
Ya Allah....Hamba titipkan salam cinta dan rinduku untuk beliau bidadari dan ratu di kehidupan kuuu...............

SEJARAH SINGKAT DAERAH BIMA

Kabupaten Bima berdiri pada tanggal 5 Juli 1640 M, ketika Sultan Abdul Kahir dinobatkan sebagai Sultan Bima I yang menjalankan Pemerintahan berdasarkan Syariat Islam. Peristiwa ini kemudian ditetapkan sebagai Hari Jadi Bima yang diperingati setiap tahun. Bukti-bukti sejarah kepurbakalaan yang ditemukan di Kabupaten Bima seperti Wadu Pa’a, Wadu Nocu, Wadu Tunti (batu bertulis) di dusun Padende Kecamatan Donggo menunjukkan bahwa daerah ini sudah lama dihuni manusia. Dalam sejarah kebudayaan penduduk Indonesia terbagi atas bangsa Melayu Purba dan bangsa Melayu baru. Demikian pula halnya dengan penduduk yang mendiami Daerah Kabupaten Bima, mereka yang menyebut dirinya Dou Mbojo, Dou Donggo yang mendiami kawasan pesisir pantai. Disamping penduduk asli, juga terdapat penduduk pendatang yang berasal dari Sulawesi Selatan, Jawa, Madura, Kalimantan, Nusa Tenggara Timur dan Maluku.

Kerajaan Bima

Kerajaan Bima dahulu terpecah–pecah dalam kelompok-kelompok kecil yang masing-masing dipimpin oleh Ncuhi. Ada lima Ncuhi yang menguasai lima wilayah, yaitu:
  1. Ncuhi Dara, memegang kekuasaan wilayah Bima Tengah
  2. Ncuhi Parewa, memegang kekuasaan wilayah Bima Selatan
  3. Ncuhi Padolo, memegang kekuasaan wilayah Bima Barat
  4. Ncuhi Banggapupa, memegang kekuasaan wilayah Bima Utara
  5. Ncuhi Dorowani, memegang kekuasaan wilayah Bima Timur
Kelima Ncuhi ini hidup berdampingan secara damai, saling hormat menghormati dan selalu mengadakan musyawarah mufakat bila ada sesuatu yang menyangkut kepentingan bersama. Dari kelima Ncuhi tersebut yang bertindak selaku pemimpin dari Ncuhi lainnya adalah Ncuhi Dara. Pada masa-masa berikutnya, para Ncuhi ini dipersatukan oleh seorang utusan yang berasal dari Jawa. Menurut legenda yang dipercaya secara turun temurun oleh masyarakat Bima, cikal bakal Kerajaan Bima adalah Maharaja Pandu Dewata yang mempunyai 5 orang putra, yaitu:
  • Darmawangsa
  • Sang Bima
  • Sang Arjuna
  • Sang Kula
  • Sang Dewa
Salah seorang dari lima bersaudara ini yakni Sang Bima berlayar ke arah timur dan mendarat di sebuah pulau kecil di sebelah utara Kecamatan Sanggar yang bernama Satonda. Sang Bima inilah yang mempersatukan kelima Ncuhi dalam satu kerajaan, yakni Kerajaan Bima dan Sang Bima sebagai raja pertama bergelar Sangaji. Sejak saat itulah Bima menjadi sebuah kerajaan yang berdasarkan Hadat dan saat itu pulalah Hadat Kerajaan Bima ditetapkan berlaku bagi seluruh rakyat tanpa kecuali. Hadat ini berlaku terus menerus dan mengalami perubahan pada masa pemerintahan raja Ma Wa’a Bilmana. Setelah menanamkan sendi-sendi dasar pemerintahan berdasarkan Hadat, Sang Bima meninggalkan Kerajaan Bima menuju timur, tahta kerajaan selanjutnya diserahkan kepada Ncuhi Dara hingga putra Sang Bima yang bernama Indra Zamrud sebagai pewaris tahta datang kembali ke Bima pada abad XIV/XV.
museum mbojo sebagai salah satu bukti adanya kerjaan di Bima
-->
Suatu daerah pasti mempunyai asal usul tersendiri, budaya, dan sejarah masing-masing. begitu juga pun dengan Daerah Bima yang dulu pernah merupakan sebuah kerajaan yang swapraja selama lima atau enam abad sebelum lahirnya Republik Indonesia. Sejarah kerajaan Bima hanya diketahui secara dangkal, disebabkan terutama karena pemerintah Belanda boleh dikatakan tidak menaruh minat terhadap Bima, asal keamanan dan ketertiban tidak terganggu. Namun dari Dua sumber lain dapat ikut menjelaskan perkembangan sejarah Bima. Pertama, ilmu arkeologi yang selama ini hanya mengungkapkan segelintir peninggalan yang terpisah-pisah. Namun ilmu arkeologi itulah yang barangkali akan berhasil menentukan patokan-patokan kronologi terpenting dari masa prasejarah sampai masa Islam. Kedua, sejumlah dokumen dalam bahasa Melayu yang ditulis di Bima antara abad ke-17 sampai dengan abad 20. Bahasa Bima merupakan bahasa setempat yang dipakai sehari-hari di Kabupaten Bima dan Dompu (nggahi Mbojo). Bahasa tersebut jarang, dan sejak masa yang relatif muda, digunakan secara tertulis. Beberapa teks lama yang masih tersimpan dalam bahasa tersebut, tertulis dalam bahasa Arab atau Latin. Tiga jenis aksara asli Bima pernah dikemukakan oleh pengamat-pengamat asing pada abad ke-19, tetapi kita tidak mempunyai contoh satu pun yang membuktikan bahwa aksara tersebut pernah dipakai. Oleh karena itu bahasa Bima rupanya tidak pernah menjadi bahasa tertulis yang umum di daerah tersebut. Pada jaman dahulu, bahasa lain pernah digunakan.

Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda